Manfaat Menghafal Al Quran

Banyak hadits Rasulullah saw yang mendorong untuk menghafal Al Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah swt. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, “Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” (HR. Tirmidzi)

Berikut adalah Fadhail Hifzhul Qur’an (Keutamaan menghafal Qur’an) yang dijelaskan Allah dan Rasul-Nya, agar kita lebih terangsang dan bergairah dalam berinteraksi dengan Al Qur’an khususnya menghafal.

Fadhail Dunia

1. Hifzhul Qur’an merupakan nikmat rabbani yang datang dari Allah

Bahkan Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap para ahlul Qur’an,
“Tidak boleh seseorang berkeinginan kecuali dalam dua perkara, menginginkan seseorang yang diajarkan oleh Allah kepadanya Al Qur’an kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, sehingga tetangganya mendengar bacaannya, kemudian ia berkata, ‘Andaikan aku diberi sebagaimana si fulan diberi, sehingga aku dapat berbuat sebagaimana si fulan berbuat’” (HR. Bukhari)

Bahkan nikmat mampu menghafal Al Qur’an sama dengan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapatkan wahyu,
“Barangsiapa yang membaca (hafal) Al Qur’an, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya.” (HR. Hakim)

2. Al Qur’an menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan bagi penghafalnya

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Seorang hafizh Al Qur’an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif nabawi (penghargaan khusus dari Nabi SAW)

Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi SAW kepada para sahabat penghafal Al Qur’an adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Qur’an. Rasul mendahulukan pemakamannya.

“Adalah nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, “Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Al Qur’an, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat.” (HR. Bukhari)

Pada kesempatan lain, Nabi SAW memberikan amanat pada para hafizh dengan mengangkatnya sebagai pemimpin delegasi.

Dari Abu Hurairah ia berkata, “Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, “Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab,”Aku hafal surat ini.. surat ini.. dan surat Al Baqarah.” Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?” Tanya Nabi lagi. Shahabi menjawab, “Benar.” Nabi bersabda, “Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi.” (HR. At-Turmudzi dan An-Nasa’i)

Kepada hafizh Al Qur’an, Rasul SAW menetapkan berhak menjadi imam shalat berjama’ah. Rasulullah SAW bersabda,
“Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya.” (HR. Muslim)

4. Hifzhul Qur’an merupakan ciri orang yang diberi ilmu.

“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim.” (QS Al-Ankabuut 29:49)

5. Hafizh Qur’an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi.

“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.” (HR. Ahmad)

6. Menghormati seorang hafizh Al Qur’an berarti mengagungkan Allah.

“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang tua yang muslim, penghafal Al Qur’an yang tidak melampaui batas (di dalam mengamalkan dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan mengamalkannya) dan Penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud)

Fadhail Akhirat

1. Al Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi penghafal.

Dari Abi Umamah ra. ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).”” (HR. Muslim)

2. Hifzhul Qur’an akan meninggikan derajat manusia di surga.

Dari Abdillah bin Amr bin ‘Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, “Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Para ulama menjelaskan arti shahib Al Qur’an adalah orang yang hafal semuanya atau sebagiannya, selalu membaca dan mentadabur serta mengamalkan isinya dan berakhlak sesuai dengan tuntunannya.

3. Para penghafal Al Qur’an bersama para malaikat yang mulia dan taat.

“Dan perumpamaan orang yang membaca Al Qur’an sedangkan ia hafal ayat-ayatnya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun ?alaih)

4. Bagi para penghafal kehormatan berupa tajul karamah (mahkota kemuliaan).

Mereka akan dipanggil, “Di mana orang-orang yang tidak terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabku?” Maka berdirilah mereka dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota kemuliaan, diberikan kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan dengan tangan kirinya. (HR. At-Tabrani)

5. Kedua orang tua penghafal Al Qur’an mendapat kemuliaan.

Siapa yang membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami dipakaikan jubah ini?” Dijawab,”Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (HR. Al-Hakim)

6. Penghafal Al Qur’an adalah orang yang paling banyak mendapatkan pahala dari Al Qur’an.

Untuk sampai tingkat hafal terus menerus tanpa ada yang lupa, seseorang memerlukan pengulangan yang banyak, baik ketika sedang atau selesai menghafal. Dan begitulah sepanjang hayatnya sampai bertemu dengan Allah. Sedangkan pahala yang dijanjikan Allah adalah dari setiap hurufnya.

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an maka baginya satu hasanah, dan hasanah itu akan dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. At-Turmudzi)

7. Penghafal Al Qur’an adalah orang yang akan mendapatkan untung dalam perdagangannya dan tidak akan merugi.

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS Faathir 35:29-30)

“Ya Allah, jadikan kami, anak-anak kami, dan keluarga kami sebagai penghafal Al Qur’an, jadikan kami orang-orang yang mampu mengambil manfaat dari Al Qur’an dan kelezatan mendengar ucapan-Nya, tunduk kepada perintah-perintah dan larangan-larangan yang ada di dalamnya, dan jadikan kami orang-orang yang beruntung ketika selesai khatam Al Qur’an. Allahumma amin”.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Satu Cara diantara Cara Menghafal Al Quran

Segala puji Bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw. Dalam tulisan ini akan kami kemukakan cara termudah untuk menghafalkan al quran. Keistimewaan teori ini adalah kuatnya hafalan yang akan diperoleh seseorang disertai cepatnya waktu yang ditempuh untuk mengkhatamkan al-Quran. Teori ini sangat mudah untuk di praktekan dan insya Allah akan sangat membantu bagi siapa saja yang ingin menghafalnya. Disini akan kami bawakan contoh praktis dalam mempraktekannya:

Misalnya saja jika anda ingin menghafalkan surat an-nisa, maka anda bisa mengikuti teori berikut ini:

1- Bacalah ayat pertama 20 kali:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا {1}

2- Bacalah ayat kedua 20 kali:

وَءَاتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلاَتَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلاَتَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا {2}

3- Bacalah ayat ketiga 20 kali:

وَإِنْ خِفْتُمْ أّلاَّتُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانكِحُوا مَاطَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّتَعُولُوا {3}

4- Bacalah ayat keempat 20 kali:

وَءَاتُوا النِّسَآءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفَسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا {4}

5- Kemudian membaca 4 ayat diatas dari awal hingga akhir menggabungkannya sebanyak 20 kali.

6- Bacalah ayat kelima 20 kali:

وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {5}

7- Bacalah ayat keenam 20 kali:

وَابْتَلُوا الْيَتَامَى حَتَّى إِذَابَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ ءَانَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلاَتَأْكُلُوهَآ إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا وَمَن كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهَدُوا عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللهِ حَسِيبًا {6}

8- Bacalah ayat ketujuh 20 kali:

لِّلرِّجَالِ نَصِيبُُ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبُُ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا {7}

9- Bacalah ayat  kedelapan 20 kali:

وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُوْلُوا الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا {8}

10- Kemudian membaca  ayat ke 5 hingga ayat ke 8 untuk menggabungkannya sebanyak 20 kali.

11- Bacalah ayat  ke 1 hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk memantapkan hafalannya.

Demikian seterusnya hingga selesai seluruh al Quran, dan jangan sampai menghafal dalam sehari lebih dari seperdelapan juz, agar tidak berat bagi anda untuk mengulang dan menjaganya.

– BAGAIMANA CARA MENAMBAH HAFALAN PADA HARI BERIKUTNYA?

Jika anda ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum menambah dengan hafalan baru, maka anda harus membaca hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali juga hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan anda, kemudian anda memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang anda lakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.

– BAGIMANA CARA MENGGABUNG ANTARA MENGULANG (MURAJA’AH) DAN MENAMBAH HAFALAN BARU?

Jangan sekali-kali anda menambah hafalan tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya, karena jika anda menghafal al quran terus-menerus tanpa mengulangnya terlebih dahulu hingga bisa menyelesaikan semua al quran, kemudian anda ingin mengulangnya dari awal niscaya hal itu akan terasa berat sekali, karena secara tidak disadari anda akan banyak kehilangan hafalan yang pernah dihafal dan seolah-olah menghafal dari nol, oleh karena itu cara yang paling baik dalam meghafal al quran adalah dengan mengumpulkan antara murajaah (mengulang) dan menambah hafalan baru. Anda bisa membagi seluruh mushaf menjadi tiga bagian, setiap 10 juz menjadi satu bagian, jika anda dalam sehari menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga anda dapat menyelesaikan sepuluh juz, jika anda telah menyelesaikan sepuluh juz maka berhentilah selama satu bulan penuh untuk mengulang yang telah dihafal dengan cara setiap hari anda mengulang sebanyak delapan halaman.

Setelah satu bulan anda mengulang hafalan, anda mulai kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, dan mengulang setiap harinya 8 halaman sehingga anda bisa menyelesaikan 20 juz, jika anda telah menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk mengulang, setiap hari anda harus mengulang 8 halaman, jika sudah mengulang selama dua bulan, maka mulailah enghafal kembali setiap harinya satu atau dua halaman tergantung kemampuan dan setiap harinya mengulang apa yang telah dihafal sebanyak 8 lembar, hingga anda bisa menyelesaikan seluruh al-qur an.

Jika anda telah menyelesaikan 30 juz, ulangilah 10 juz pertama secara tersendiri selama satu bulan setiap harinya setengah juz, kemudian pindahlah ke 10 juz berikutnya juga setiap harinya diulang setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama, kemudian pindahlah untuk mengulang sepuluh juz terakhir dengan cara yang hampir sama, yaitu setiapharinya mengulang setengah juz ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.

– BAGAIMANA CARA MENGULANG AL-QURAN (30 JUZ) SETELAH MENYELESAIKAN MURAJAAH DIATAS?

Mulailah mengulang al-qur an secara keseluruhan dengan cara setiap harinya mengulang 2 juz, dengan mengulangnya 3 kali dalam sehari, dengan demikian maka anda akan bisa mengkhatamkan al-Quran  setiap dua minggu sekali.

Dengan cara ini maka dalam jangka satu tahun insya Allah anda telah mutqin (kokoh) dalam menghafal al qur an, dan lakukanlah cara ini selama satu tahun.

– APA YANG DILAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL QUR AN SELAMA SATU TAHUN?

Setelah menguasai hafalan dan mengulangnya dengan itqan (mantap) selama satu tahun,  jadikanlah al qur an sebagai wirid harian anda hingga akhir hayat, karena itulah yang dilakukan oleh Nabi semasa hidupnya, beliau membagi al qur an menjadi tujuh bagian dan setiap harinya beliau mengulang setiap bagian tersebut, sehingga beliau mengkhatamkan al-quran setiap 7 hari sekali.

Aus bin Huzaifah rahimahullah; aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah bagiamana cara mereka membagi al qur an untuk dijadikan wirid harian? Mereka menjawab: “kami kelompokan menjadi 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat,  dan wirid mufashal dari surat qaaf hingga khatam ( al Qur an)”. (HR. Ahmad).

Jadi mereka membagi wiridnya sebagai berikut:

Hari pertama: membaca surat “al fatihah” hingga akhir surat “an-nisa”,

Hari kedua: dari surat “al maidah” hingga akhir surat “at-taubah”,

Hari ketiga: dari surat “yunus” hingga akhir surat “an-nahl”,

Hari keempat: dari surat “al isra” hingga akhir surat “al furqan”,

Hari kelima: dari surat “asy syu’ara” hingga akhir surat “yaasin”,

Hari keenam: dari surat “ash-shafat” hingga akhir surat “al hujurat”,

Hari ketujuh: dari surat “qaaf” hingga akhir surat “an-naas”.

Para ulama menyingkat wirid nabi dengan al-Qur an menjadi kata: ” Fami bisyauqin ( فمي بشوق ) “, dari masing-masing huruf tersebut menjadi symbol dari surat yang dijadikan wirid Nabi pada setiap harinya maka:

huruf “fa” symbol dari surat “al fatihah”, sebagai awal wirid beliau hari pertama,

huruf “mim” symbol dari surat “al maidah”, sebagai awal wirid beliau hari kedua,

huruf “ya” symbol dari surat “yunus”, sebagai wirid beliau hari ketiga,

huruf “ba” symbol dari surat “bani israil (nama lain dari surat al isra)”, sebagai wirid beliau hari keempat,

huruf “syin” symbol dari surat “asy syu’ara“, sebagai awal wirid beliau hari kelima,

huruf “wau” symbol dari surat “wa shafaat“, sebagai awal wirid beliau hari keenam,

huruf “qaaf” symbol dari surat “qaaf”, sebagai awal wirid beliau hari ketujuh hingga akhir surat “an-nas”.

Adapun pembagian hizib yang ada pada al-qur an sekarang ini tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.

– BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN ANTARA BACAAN YANG MUTASYABIH (MIRIP) DALAM AL-QUR AN?

Cara terbaik untuk membedakan antara bacaan yang hampir sama (mutasyabih) adalah dengan  cara membuka mushaf lalu bandingkan antara kedua ayat tersebut dan cermatilah perbedaan antara keduanya, kemudian buatlah tanda yang bisa untuk membedakan antara keduanya, dan ketika anda melakukan murajaah hafalan perhatikan perbedaan tersebut dan ulangilah secara terus menerus sehingga anda bisa mengingatnya dengan baik dan hafalan anda menjadi kuat (mutqin).

– KAIDAH DAN KETENTUAN MENGHAFAL:

1- Anda harus menghafal melalui seorang guru atau syekh yang bisa membenarkan bacaan anda jika salah.

2- Hafalkanlah setiap hari sebanyak 2 halaman, 1 halaman setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib, dengan cara ini insya Allah anda akan bisa menghafal al-qur an secara mutqin dalam kurun waktu satu tahun, akan tetapi jika anda memperbanyak kapasitas hafalan setiap harinya maka anda akan sulit untuk menjaga dan memantapkannya, sehingga hafalan anda akan menjadi lemah dan banyak yang dilupakan.

3- Hafalkanlah mulai dari surat an-nas hingga surat al baqarah (membalik urutan al Qur an), karena hal itu lebih mudah.

4- Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf tertentu baik dalam cetakan maupun bentuknya, hal itu agar lebih mudah untuk menguatkan hafalan dan agar lebih mudah mengingat setiap ayatnya serta permulaan dan akhir setiap halamannya.

5- Setiap yang menghafalkan al-quran pada 2 tahun pertama biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa ini disebut masa “tajmi'” (pengumpulan hafalan), maka jangan bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya dalam hafalan, ini merupakan masa cobaan bagi para penghafal al-qur an, dan ini adalah masa yang rentan dan bisa menjadi pintu syetan untuk menggoda dan berusaha untuk menghentikan dari menghafal, maka jangan pedulikan godaannya dan teruslah menghafal, karena meghafal al-quran merupakan harta yang  sangat berharga dan tidak tidak diberikan kecuali kepada orag yang dikaruniai Allah swt, akhirnya kita memohon kepada-Nya agar termasuk menjadi hamba-hamba-Nya yang diberi taufiq untuk menghafal dan mengamalkan kitabNya dan mengikuti sunnah nabi-Nya dalam kehidupan yang fana ini. Amin ya rabal ‘alamin.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Tawakal dan Ikhlas

Ada beberapa perkara yang berkaitan dengan tawakal kepada Allah, yaitu:

Pertama: Tawakal berkaitan dengan masalah akidah. Yaitu meyakini Sang Pencipta, yaitu Allah, yang dijadikan tempat bersandar oleh setiap muslim ketika mencari kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Orang yang mengingkari perkara ini berarti dia kafir.

Kedua: Setiap hamba wajib bertawakal kepada Allah dalam segala urusannya. Tawakal ini termasuk aktivitas hati, sehingga jika seorang hamba mengucapkannya tapi tidak meyakini dengan hatinya, maka ia tidak dipandang sebagai orang yang bertawakal.

Ketiga: Jika seorang hamba mengingkari dalil-dalil wajibnya tawakal yang qath’i (pasti), maka ia telah menjadi orang kafir.

Keempat: Tawakal kepada Allah bukan mengambil hukum kausalitas ketika beramal (al-akhdzu bil asbab). Keduanya adalah dua masalah yang berbeda. Dalil-dalilnya pun berbeda. Buktinya Rasulullah saw. senantiasa bertawakal kepada Allah dan pada saat yang sama beliau beramal dengan berpegang pada hukum kausalitas. Beliau telah memerintahkan para sahabat agar melakukan kedua perkara tersebut, baik yang ada dalam Al-Quran atau Al-Hadits. Beliau telah menyiapkan kekuatan yang mampu dilakukan seperti menggali sumu-sumur pada saat perang Badar, menggali parit pada saat perang Khandak. Beliau pernah meminjam baju besi dari Sofwan untuk berperang. Beliau menyebarkan mata-mata, memutuskan air dari Khaibar, dan mencari informasi tentang kaum Quraisy ketika melakukan perjalanan untuk menakhlukkan Makah. Beliau masuk Makah dengan muncul di antara dua perisai. Beliau pun pernah mengangkat beberapa sahabat sebagai pengawal beliau sebelum turunnya Firman Allah:

وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

Dan Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (TQS. Al-Maidah [5]: 67)

Begitu pula aktivitas-aktivitas beliau lainnya ketika berada di Madinah setelah berdirinya Daulah. Adapun ketika di Makah, beliau telah memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Habsyah. Beliau menerima perlindungan dari pamannya, Abu Thalib. Beliau tinggal di Syi’ib (lembah) selama masa pemboikotan. Pada malam hijrah, beliau memeritahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidur beliau. Beliau tidur di gua Tsur selama tiga hari. Beliau pun menyewa penunjuk jalan dari Bani Dail. Semua itu menunjukkan bahwa beliau telah melakukan amal sesuai kaidah kausalitas. Tapi pada saat yang sama beliau pun tidak menafikan tawakal. Karena tidak ada hubungan antara tawakal dengan menggunakan kaidah kausalitas ketika beramal. Mencampur-adukkan antara keduanya akan menjadikan tawakal hanya sekedar formalitas belaka yang tidak ada dampaknya dalam kehidupan.

Dalil-dalil tentang kewajiban bertawakal antara lain:

  • Firman Allah:

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

(Yaitu) orang-orang (yang menta’ati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (TQS. Ali ‘Imran [3]: 173)

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لاَ يَمُوتُ

Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati… (TQS. Al-Furqan [25]: 58)

وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (TQS. At-Taubah [9]: 51)

فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 159)

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. (TQS. At-Thalaq [65]: 3)

فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ

Maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. (TQS. Hud [11]: 123)

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung”. (TQS. At Taubah [9]: 129)

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَإِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Barangsiapa yang tawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS. Al-Anfal [8]: 40)

Dan masih banyak ayat-ayat yang lainnya yang menunjukkan wajibnya bertawakal.

  • Dari Ibnu Abbas ra., dalam hadits yang menceritakan tujuh puluh ribu golongan yang akan masuk surga tanpa dihisab dan tanpa disiksa terlebih dahulu, Rasulullah saw. bersabda:

«هُمْ الَّذِينَ لاَ يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ»

Mereka adalah orang-orang yang tidak suka membaca jampi-jampi dan minta dijampi. Mereka tidak menyandarkan keuntungan dan kerugian kepada suatu perkara pun (tathayyur) dan meraka senantiasa bertawakal kepada Tuhan-nya. ( Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Rasulullah saw. ketika bangun malam untuk bertahajjud suka membaca:

«…اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ…»

….Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakal. (Mutafaq ‘alaih).

  • Dari Abu Bakar ra., ia berkata; ketika kami berdua sedang ada di gua Tsur, aku melihat kaki-kaki kaum Musyrik, dan mereka ada di atas kami. Aku berkata, “Wahai Rasululullah, jika salah seorang dari mereka melihat ke bawah kakinya, maka pasti ia akan melihat kita.” Kemudian Rasulullah bersabda:

«مَا ظَنُّكَ يَا أَبَا بَكْرٍ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا»

Wahai Abu Bakar, apa dugaanmu terhadap dua orang manusia, sementara Allah adalah yang ketiganya (untuk melindunginya, penj.). (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Ummi Salmah ra., sesungguhnya Nabi saw. ketika akan keluar dari rumah, beliau suka membaca:

«بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ…»

Dengan menyebut nama Allah, aku bertawakal kepada Allah… (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih. Iman nawawi dalam riyadhussalihin berkata, Hadits ini shahih).

  • Dari Anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

Jika seseorang akan keluar dari rumahnya kemudian membaca:

بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ باِللهِ

(Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuasaan Allah). Maka akan dikatakan kepadanya, “Cukup bagimu, engkau sungguh telah diberi kecukupan, engkau pasti akan diberi petunjuk dan engkau pasti dipelihara.” Kemudian ada dua syaitan yang bertemu dan berkata salah satunya kepada yang lain, “Bagaimana engkau bisa menggoda seorang manusia yang telah diberi kecukupan, dipelihara, dan diberi petunjuk.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya. Ia berkata dalam Al-Mukhtarah, hadits ini telah ditakhrij oleh Abu Daud dan An-Nasai; Isnadnya shahih)

  • Dari Umar bin Khathab bahwa Rasulullah saw. bersabda:

«لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا»

Jika kamu benar-benar bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan memeberikan rizki kepadamu, sebagimana Allah telah memberikan rizki kepada burung. Burung itu pergi dengan perut kosong dan kembali ke sarangnya dengan perut penuh makanan. (HR. Al-Hakim; Ia berkata, hadits ini shahih isnadnya, dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, dan dishahihkan oleh oleh Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah).

Adapun ikhlas dalam ketaatan adalah meninggalkan sikap riya. Ikhlas termasuk amal hati yang tidak bisa diketahui kecuali oleh seorang hamba dan Tuhannya. Terkadang urusan ikhlas ini samar dan tercampur baur bagi seorang hamba hingga ia meneliti lebih lanjut dan bertanya-tanya pada dirinya, dan berulang-ulang berpikir kenapa ia melaksanakan ketaatan itu atau kenapa ia melibatkan dirinya dalam ketaatan. Jika ia menemukan bahwa dirinya melaksanakan ketaatan itu semata-mata karena Allah, maka berarti ia telah menjadi orang yang ikhlas. Jika ia menemukan dirinya ternyata melaksanakan ketaatan karena tujuan duniawi tertentu, maka berarti ia telah menjadi orang yang riya. Nafsiyah (pola sikap) seperti ini membutuhkan penanganan secara serius, yang bisa jadi membutuhkan waktu yang lama. Jika seseorang telah sampai pada martabat, di mana ia lebih suka menyembunyikan segala kebaikannya, maka hal itu menandakan dirinya telah ikhlas. Al-Quthubi berkata; Al-Hasan pernah ditanya tentang ikhlas dan riya, kemudian ia berkata, “Di antara tanda keikhlasan adalah jika engkau suka menyembunyikan kebaikanmu dan tidak suka menyembunyikan kesalahanmu.” Abu Yusuf berkata dalam buku Al-Kharaj; Mas’ar telah memberitahukan kepadaku dari Saad bin Ibrahim, ia berkata, “Mereka (para sahabat) menghampiri seorang laki-laki pada perang Al-Qadisiyah. Laki-laki itu tangan dan kakinya terputus, ia sedang memeriksa pasukan seraya membacakan firman Allah:

مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (TQS. An-Nasa [4]: 69)

Seseorang berkata kepada laki-laki itu: Siapa engkau wahai hamba Allah? Ia berkata: Aku adalah seseorang dari kaum Anshar. Laki-laki itu tidak mau menyebutkan namanya.”

Ikhlas hukumnya wajib. Dalilnya sangat banyak, baik dari Al-Kitab maupun As-Sunah.

Allah Swt. berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. (TQS. Az-Zumar [39]: 2)

أَلاَ لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik) (TQS. Az-Zumar [39]: 3)

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (TQS. Az-Zumar [39]: 11)

قُلِ اللهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي

Katakanlah, “Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. (TQS. Az-Zumar [39]: 14)

Ayat-ayat di atas merupakan seruan kepada Rasulullah saw., hanyasaja sudah dimaklumi bahwa seruan kepada Rasulullah saw. adalah juga seruan kepada umatnya.

Adapun dalil wajibnya ikhlas dari As-Sunah adalah :

  • Hadits dari Abdullah bin Mas’ud riwayat At-Tirmidzi dan As-Syafi’i dalam Ar-Risalah dari Nabi saw., beliau bersabda:

«نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ثَلاَثٌ لاَ يُغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلاَصُ الْعَمَلِ ِللهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ»

Allah akan menerangi orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia menyadarinya, menjaganya, dan menyampaikannya. Terkadang ada orang yang membawa pengetahuan kepada orang yang lebih tahu darinya. Ada tiga perkara yang menyebabkan hati seorang muslim tidak dirasuki sifat dengki, yaitu ikhlas beramal karena Allah, menasihati para pemimipin kaum Muslim, dan senantiasa ada dalam jama’ah al-muslimin. Karena dakwah akan menyelimuti dari belakang mereka.

Dalam bab ikhlas ini terdapat pula hadits senada dari Zaid bin Tsabit riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibba dalam kitab shahihnya. Juga dari Jubair bin Muth’im riwayat Ibnu Majah dan Al-Hakim. Ia berkata hadits ini shahih memenuhi syarat Bukhari Muslim. Juga dari Abu Said Al-Khudzri riwayat Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dan Al-Bazzar dengan isnad yang hasan. Hadits ini dituturkan pula oleh As-Suyuthi dalam Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Ahadits Al-Mutawatirah.

  • Hadist dari Ubay bin Ka’ab ra. riwayat Ahmad, ia berkata dalam Al-Mukhtarah isnadnya hasan, Rasulullah saw. bersabda:

«بَشِّرْ هَذِهِ اْلأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ وَالرِّفْعَةِ وَالنَّصْرِ وَالتَّمْكِينِ فِي اْلأَرْضِ فَمَنْ عَمِلَ عَمَلَ اْلآخِرَةِ لِلدُّنْيَا لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ نَصِيبٌ»

Berikanlah kabar gembira kepada umat ini dengan kemegahan, keluhuran, pertolongan, dan keteguhan di muka bumi. Siapa saja dari umat ini yang melaksanakan amal akhirat untuk dunianya, maka kelak di akhirat ia tidak akan mendapatkan bagian apapun.

  • Hadits dari Anas riwayat Ibnu Majah dan Al-Hakim, ia berkata hadits ini shahih memenuhi syarat Bukhari Muslim, Rasulullah saw. bersabda:

«مَنْ فَارَقَ الدُّنْيَا عَلَى اْلإِخْلاَصِ ِللهِ وَحْدَهُ وَعِبَادَتِهِ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ مَاتَ وَاللهُ عَنْهُ رَاضٍ»

Barang siapa yang meninggalkan dunia ini (wafat) dengan membawa keikhlasan karena Allah Swt. saja, ia tidak menyekutukan Allah sedikit pun, ia melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, maka ia telah meninggalkan dunia ini dengan membawa ridha Allah.

  • Hadits dari Abu Umamah Al-Bahili riwayat An-Nasai dan Abu Dawud, Rasulullah saw. bersabda:

«…إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ»

Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan dilakukakan karena mengharap ridha Allah semata. (Al-Mundziri berkata isnadnya shahih).

(Sumber : Kitab Minmuqowwimat)

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Memperhatikan Al-Quran

Al-Quran yang mulia adalah firman Allah Swt. Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah, Muhammad saw., melalui wahyu yang dibawa oleh Jibril, baik lafadz maupun maknanya; membacanya merupakan ibadah. Al-Quran merupakan mukjizat yang sampai kepada kita secara mutawatir. Allah Swt. berfirman:

لاَ يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ

Tidak datang padanya kebatilan dari sebelum dan sesudahnya, diturunkan dari Dzat yang Maha Bijak dan Terpuji.. (TQS. Fush Shilat [41]: 42)

Al-Quran adalah kitab yang dijaga dengan penjagaan Allah sendiri. Allah berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesunguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran dan Kami pasti akan menjaganya. (TQS. Al-Hijr [15]: 9)

Al-Quran adalah kitab yang akan mengidupkan jiwa dan menentramkan hati. Al-Quran mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan izin Tuhan mereka yang Maha Perkasa dan Terpuji. Barang siapa yang berkata dengan menggunakan Al-Quran ia akan terpercaya; yang mengamalkannya akan bahagia; yang memutuskan hukum dengannya pasti akan adil; dan yang mendakwahkannya ia telah menunjukkan kepada jalan yang lurus.

Al-Quran adalah bekal bagi setiap muslim dan sebaik-baiknya bekal. Al-Quran akan menjadi penguat bagi para pengemban dakwah. Dengan Al-Quran hati akan menjadi lapang. Penopang pun akan semakin kuat dengannya. Para pengemban Al-Quran akan menjadi kokoh bagaikan gunung yang berdiri kokoh; dunia pun akan menjadi hina baginya ketika berada di jalan Allah. Ia akan senantiasa mengatakan yang hak dan tidak takut celaan, di jalan Allah, dari orang-orang yang suka mencela. Dengan Al-Quran ia akan mampu bergerak cepat seperti tiupan angin. Pengemban Al-Quran lebih berat timbangannya di sisi Allah daripada gunung Uhud, karena ia senantiasa membaca Al-Quran hingga lisannya menjadi basah, dan jari-jemarinya akan menjadi saksi. Seperti itulah para sahabat Rasulullah saw. menjalani kehidupan dunia ini. Mereka seakan-akan Al-Quran yang bergerak. Mereka senantiasa menelaah ayat-ayatnya, membacanya dengan baik, mengamalkan isinya dan mendakwahkannya. Ayat-ayat tentang adzab menggetarkan jiwa mereka, sedangkan ayat-ayat tentang rahmat melapangkan dada mereka. Air mata mereka pun bercucuran karena tunduk akan kemukjizatan dan keagungannya. Mereka berserah diri terhadap segala hukum dan hikmahnya. Mereka telah menerima Al-Quran langsung dari Rasulullah saw. sehingga ayat-ayatnya terpatri kuat dalam lubuk hati mereka yang paling dalam. Karena itulah mereka menjadi manusia-manusia mulia dan menjadi para pemimpin; menjadi orang-orang yang berbahgia dan gembira. Ketika ditinggalkan Rasulullah saw. menuju tempat yang paling tinggi di surga illiyyin, mereka tetap konsisten memperhatikan Al-Quran, sebagaimana wasiat Rasulullah saw. Maka para penghafal di kalangan sahabat senatiasa ada di barisan pertama ketika melaksanakan amar ma’ruf nahyi munkar. Para pengemban Al-Quran senantisa menjadi barisan terdepan dalam segala kebaikan dan dalam menghadapi segala macam rintangan di jalan Allah Swt.

Sudah selayaknya Al-Quran menjadi penyiram hati bagi kaum Muslim umumnya, dan bagi para pengemban dakwah khususnya. Al-Quran selayaknya juga menjadi pengiring setiap langkah mereka. Mereka seharusnya dipimpin oleh Al-Quran menuju setiap kebaikan. Al-Quran pun akan mengangkat kedudukan mereka lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Mereka harus senantiasa memperhatikan Al-Quran di tengah malam dan di waktu penghujung siang; senantiasa membacanya, menghafalnya serta mengamalkannya. Sehingga mereka akan menjadi sebaik-baiknya pengikut dari generasi salaf (terdahulu) maupun generasi khalaf (belakangan).

Berikut ini kami tuliskan ayat-ayat Al-Quran beserta hadits nabi yang menceritakan tentang turunnya Al-Quran, tentang jaminan terpeliharanya, tentang petunjuknya, dan tentang keutamaan membacanya, serta tentang segala kebaikan yang sangat banyak kandungannya:

نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الأَمِينُ$ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ

Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan. (TQS. Asy-Syu’araa [26] : 193-194)

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesunguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran dan Kami pasti akan menjaganya. (TQS. Al-Hijr [15]: 9)

لاَ يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ

Tidak datang padanya kebatilan dari sebelum dan sesudahnya, diturunkan dari Dzat yang Maha Bijak dan Terpuji.. (TQS. Fush Shilat [41]: 42)

إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (TQS. Al-Isra [17]: 9)

قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ

وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ$ يَهْدِي بِهِ

اللهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ

بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Hai ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula) yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menjuluki mereka ke jalan yang lurus. (TQS. Al-Maidah [5] : 15-16)

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (TQS. Ibrahim [14]: 1)

أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (TQS. Ar Ra’d [13]: 28)

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلاَفًا كَثِيرًا

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (TQS. An Nisa [4]: 82)

Rasulullah saw. bersabda :

«خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ»

Orang yang terbaik diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya. (HR. Bukhari dari Utsman bin Affan r.a)

«مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ»

Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka dia akan mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa ألم (alif lam mim) adalah satu huruf. Akan tetapi Alif adalah satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim juga satu huruf. (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud, dan ini hadits shahih)

«الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ»

Orang yang mahir dengan Al-Quran akan bersam-sama dengan malaikat Safarah yang mulia dan senantiasa berbuat baik. Dan orang yang membaca Al-Quran tapi terbata-bata dan sangat berat baginya, ia akan mendapatkan dua pahala. (HR. Muslim dari ‘Aisyah, Ummul Mukminin. r.a)

« »

»إِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنَ اْلقُرْآنِ كَالْبَيْتِ الْخَرِبِ «

Sesungguhnya orang yang dalam hatinya tidak ada Al-Quran sedikitpun bagaikan rumah yang akan roboh. (HR. At-Tirmudzi, Ia menshahihkannya. Dan ini adalah hadits shahih).

«اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِصَاحِبِهِ»

Bacalah Al-Quran, karena Al-Quran akan datang pada hari Kiamat kelak memberi syafa’at (pembelaan) bagi ahlinya. (HR. Muslim dalam kitab shahihnya. Dari Abu Umamah Al-Bahili ra.)

« »

»الْقُرْآنُ شَافِعٌ مُشَفِّعٌ، وَمَاحِلٌ مُصَدَّقٌ، مَنْ جَعَلَهُ أَمَامَهُ قَادَهُ إِلَى

الْجَنَّةِ وَمَنْ جَعَلَهُ خَلْفَهُ سَاقَهُ إِلَى النَّارِ «

Al-Quran adalah kitab yang menjadi pembela dan bisa diminta pembelaan, ia adalah kitab yang Maahil dan Mushaddaq. 1 Siapa saja yang menjadikan Al-Quran ada di depannya2 maka ia akan menuntunnya ke surga. Tapi siapa saja yang menjadikan Al-Quran di belakangnya3 maka ia akan menggiringnya ke neraka. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shihnya dari Jabir bin Abdullah ra. Dan riwayat imam Baihaqi dalam kitab Sya’bul Iman dari Jabir dari Ibnu Mas’ud ra. Ini adalah hadits Shahih)

«إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ»

Sesungguhnya Allah akan mengangkat (menuju kemuliaan, penj.) dengan Al-Quran ini kepada suatu kaum dan dengannya pula Allah akan menjatuhkan (menuju kehinaan, penj.) kepada kaum yang lain. (HR. Muslim)

Abu Dawud dan At-Tirmidzi telah mentakhrij hadits yang sahih bahwa Rasulullah bersabda :

«يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا»

Kelak (di akhirat) akan dikatakan kepada Shahibul Quran (orang yang senantiasa bersama-sama dengan Al-Quran, penj.) bacalah, naiklah terus dan bacalah dengan perlahan-lahan (tartil) sebagaimana engakau telah membaca Al-Quran dengan tartil di dunia. Sesungguhnya tempatmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca. 4

«اقْرَءُوا الْقُرْآنَ وَاعْمَلُوْا بِهِ وَلاَ تَجْفُوا عَنْهُ وَلاَ تَغْلُوا فِيهِ وَلاَ تَأْكُلُوا وَلاَ تَسْتَكْثِرُوا بِهِ»

Bacalah Al-Quran dan amalkanlah isinya, janganlah kalian menolaknya, janganlah berlebih-lebihan di dalamnya (membaca dan mengamalkan). Janganlah makan (dari Al-Quran) dan janganlah menumpuk-numpuk harta dengannya. (HR. Ahmad, At-Thabrany, dan yang lainnya dari Abdurrahman bin Syibli ra. Ini adalah hadits shahih).

«مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ اْلأُتْرُجَّةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا

طَيِّبٌ، وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ

وَلاَ رِيحَ لَهَا، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيْحُهَا

طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ

الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلاَ رِيحَ لَهَا»

Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Quran adalah seperti buah Utruja, rasanya enak baunya harum. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Quran adalah seperti buah Tamrah (kurma), rasanya enak tapi tidak wangi. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Quran adalah seperti buah Raihanah, rasanya pahit tapi baunya harum. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Quran adalah seperti buah Handzalah, rasanya pahit dan tidak wangi. (HR. Bukhari Muslim dari Abi Musa Al-Asy’ary ra.)

« »

»تَعَاهَدُوا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفْلَتاً مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا «

Perhatikanlah Al-Quran! Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada ditangan-Nya, sesungguhnya Al-Quran lebih cepat kaburnya (dari ingatan) dari pada unta dalam tambatannya. (HR. Al-Bukhari Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ary ra.)

Itulah ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits nabi yang mulia, yang menjelaskan kedudukan yang agung bagi Al-Quran dan bagi pengemban Al-Quran. Ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits tersebut telah mendorong pengemban Al-Quran untuk menelaahnya, mengamalkannya serta senantiasa memperhatikannya, di saat mereka tinggal di rumah atau ketika sedang di perjalanan. Dengan begitu Al-Quran akan menjadi sebuah kekuatan dalam menempuh seluruh jalan kebaikan. Mereka tidak akan menyimpannya di rak hingga dipenuhi debu. Mereka pun tidak akan menghiasinya kemudian menyimpan di lemari, lalu dikunci hingga melupakannya. Marilah kita minta perlindungan kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu marilah kita memperhatikan Al-Quran wahai saudar-saudaraku. Mari kita bergegas untuk membacanya dengan benar, menelaahnya dengan benar, mengamalkannya dengan benar, dan terikat padanya dengan benar; agar rasa kita menjadi enak dan bau kita menjadi harum mewangi. Dengan semua itu marilah kita menjadi barisan pertama dalam mengemban dakwah di dunia ini, mudah-mudahan kita menjadi barisan pertama kelak di surga dan hari Akhir, ketika dikatakan nanti, “bacalah dan naiklah terus.!”. Dengan demikian semoga kita termasuk orang-orang yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Yang Agung, dan meraih kebahagian yang tiada taranya, serta berhak mendapatkan ridha Allah Swt. Allah berfirman:

وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

Bergembiralah wahai orang-orang yang beriman (TQS. Al-Ahzab [33]: 47)


1 Muhammad Abu Bakar bin Abdul Qadir Ar-Raji dalam kamusnya Mukhtar Shihah berkata, “Mahil artinya Al-Quran. Yaitu kitab yang akan menyeret pembacanya menuju Allah Swt. jika tidak mengikuti apa yang ada di dalamnya. Menurut pendapat lain arti Mahil adalah Mujadil; artinya yang mendebat (kebatilan). Mushaddaq artinya yang dibenarkan. Jika di baca mushaqqiq artinya yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya -pent

2 Menjadikannya sebagai imam dan pedoman. Ketika ia akan berbuat apapun senantiasa melihat dulu Al-Quran yang ada di depannya, penj.

3 Maksud menjadikan Al-Quran di belakangnya adalah tidak mengamalkannya dan tidak menjadikannya sebagai pedoman hidupnya. Ketika ia berbuat apapun tidak melihat dulu kepada Al-Quran karena ada di belakangnya. Dalam riwayat lain di katakan, Waro-a Dzohrihi artinya di balik punduknya. Jadi meski ia menoleh kebelakang tatap saja Al-Quran tidak akan kelihatan.

4 Maksudnya tempat di Akhirat kelak tergatung sedikit banyaknya bacaan Al-Quran di Dunia. Semakin banyak maka akan semakin tinggi, sehingga dalam hadits itu dikatakan “naiklah”

( Sumber : Kitab Minmuqowwimat )

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Mengharapkan Rahmat Allah dan Tidak Putus Asa dari Rahmat Allah

Yang dimaksud dengan ar-roja adalah berbaik sangka kepada Allah. Di antara tanda berbaik sangka kepada Allah adalah mengharapkan rahmat, jalan keluar, ampunan, dan pertolongan darinya. Allah Swt. telah memuji orang yang mengharapkan perkara-perkara tersebut seperti halnya Allah memberikan pujian kepada orang yang takut kepada Allah. Allah juga telah mewajibkan roja dan berbaik sangka kepada-Nya, sebagaimana Allah mewajibkan takut kepadanya. Karena itu, seorang hamba hendaknya senantiasa takut kepada Allah dan mengharapkan rahmat dari-Nya. Dalil-dalil tentang takut kepada Allah telah dijelaskan sebelumnya. Berikut ini kami akan menjelaskan sebagian dalil tentang ar-roja dari Al-Kitab dan As-Sunah.

Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al-Baqarah [2]: 218)

وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (TQS.Al-A’raf [7]: 56)

وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ

Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zalim, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksa-Nya. (TQS. Al-Ra’d [13]: 6)

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (TQS. Al-Isra [17]: 57)

وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami. (TQS. Al-Anbiya [21]: 90)

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ ءَانَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِز

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (TQS. Al-Zumar [39]: 9)

Adapun dalil-dalil ar-roja dari As-Sunah adalah:

  • Dari Watsilah bin Asqa, ia berkata; berbagialah karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. Bersabda:

»قال اللهُ جَلَّ وَعَلاَ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِيْ، إِنْ ظَنَّ خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ «

Allah berfirman: Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berprasangka baik kepada-Ku, maka kebaikan baginya, dan bila berprasangka buruk maka keburukan baginya. (HR. Ahmad dengan sanad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya).

Sabda Rasulullah saw.:

«وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ»

Apabila ia berprasangka buruk maka keburukan baginya, adalah indikasi bahwa tuntutan dalam hadits tersebut bersifat pasti. Artinya perintah untuk senantiasa berharap kepada Allah dan berbaik sangka kepada-Nya pada ayat-ayat dan hadits-hadits di atas adalah tuntutan yang bersifat wajib.

  • Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw; beliau bersabda:

«يَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِي»

Allah berfirman; Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku dan Aku akan bersamanya ketika ia mengingat-Ku. (Mutafaq ‘alaih).

  • Dari Jabir ra., ia berkata; sesungguhnya ia mendengar Nabi saw. bersabda tiga hari sebelum wafatnya:

»لاَ يَمُوْتُنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ «

Tidak boleh mati salah seorang di antara kalian kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah. (HR. Muslim)

  • Dari Anas ra. sesungguhnya Nabi saw. masuk untuk menemui seorang pemuda yang sedang sakaratul maut, maka Rasulullah saw. bersabda:

«كَيْفَ تَجِدُكَ قَالَ أَرْجُو اللهَ يَا رَسُولَ اللهِ وَأَخَافُ ذُنُوبِي فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ»

Bagaimana aku menemukan engkau (bagaimana keadaanmu, penj.)? Pemuda itu berkata, “Ya Rasulullah saw.! Aku mengharapkan rahmat Allah dan aku sangat takut akan dosa-dosaku.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah takut dan roja berkumpul dalam hati seorang hamba dalam keadaan seperti ini kecuali Allah akan memberikan kepadanya apa-apa yang diharapkannya, dan akan memberikan keamanan kepadanya dari perkara yang ditakutinya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, Al-Mundziri berkata hadits ini sananya hasan)

  • Dari Anas ra. ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

«يَقُولُ قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً»

Allah berfirman, “Wahai Anak Adam sesunggunya engkau selama berdoa dan beharap kepada-Ku, maka Aku pasti akan memberikan ampunan kepadamu atas segala dosa-dosamu dan Aku tidak akan memperdulikan (kecil dan besarnya dosa). Wahai Anak Adam, andaikata dosa-dosamu sampai ke langit kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, maka pasti Aku akan memberikan ampunan kepadamu. Wahai Anak Adam, jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku, tapi engkau tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, maka pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi.” (HR. Tirmidzi. Ia berkata hadits ini hasan)

Sedangkan yang dimaksud dengan al-qanut adalah al-ya’su artinya putus asa dari rahmat Allah. Kedua kata ini (al-qanut dan al-ya’su) memilik arti yang sama. Putus asa adalah lawan dari roja. Putus asa dari rahmat Allah dan karunia-Nya hukumnya haram. Dalilnya adalah Al-Kitab dan As-Sunah.

Dalil dari Al Kitab:

يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلاَ تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لاَ يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (TQS. Yusuf [12]: 87)

قَالُوا بَشَّرْنَاكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْقَانِطِينَ$قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ

Mereka menjawab: “Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa”. Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat”. (TQS. Al-Hijr [15]: 55-56)

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَلِقَائِهِ أُولَئِكَ يَئِسُوا مِنْ رَحْمَتِي وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih. (TQS. Al-Ankabut [29]: 23)

قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al-Zumar [39]: 53)

Dalil dari As-Sunah:

  • Dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah bersabda:

«لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنْ الْعُقُوبَةِ مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنْ الرَّحْمَةِ مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ»

Andaikata seorang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, maka seorang pun tidak akan ada yang mengharapkan Syurga. Dan andaikata orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, maka seorang pun tidak akan ada yang putus harapan dari Syurga-Nya. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Fadhalah bin Abid, dari Rasulullah saw. ia bersabda:

»وَثَلاَثَةٌ لاَ تُسْأَلُ عَنْهُمْ: رَجُلٌ نَازَعَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ رِدَاءَهُ فَإِنَّ رِدَاءَهُ

الْكِبْرِيَاءُ وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ، وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللهِ، وَالْقُنُوْطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ«

Ada tiga golongan manusia yang tidak akan ditanya di hari Kiamat yaitu: Manusia yang mencabut selendang Allah. Sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan dan kainnya adalah Al-Izzah (keperkasaan); Manusia yang meragukan perintah Allah; Dan manusia yang putus harapan dari rahmat Allah. (HR. Ahmad, Thabrani, Al-Bazar. Al-Haitsami berkata perawinya terpercaya. Al-Bukhari dalam kitab Al-Adab, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

  • Dari Habah dan Sawa bin Khalid, keduanya berkata; Kami masuk bertemu dengan Rasulullah saw. sedangkan beliau sedang menyelesaikan suatu perkara. Kemudian kami berdua membantunya, maka Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ تَيْئَسَا مِنَ الرِّزْقِ مَا تَهَزَّزَتْ رُؤُوْسُكُمَا فَإِنَّ اْلإِنْسَانَ تَلِدُهُ أُمُّهُ أَحْمَرَ لَيْسَ عَلَيْهِ قِشْرٌ، ثُمَّ يَرْزُقُهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ»

Janganlah kamu berdua berputus asa dari rizqi selama kepalamu masih bisa bergerak. Karena manusia dilahirkan ibunya dalam keadaan merah tidak mempunyai baju, kemudian Allah memberikan rizqi kepadanya. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hiban dalam kitab shahihnya)

  • Dari Ibnu Abas bahwa seorang lelaki berkata, Ya Rasulullah saw.! Apa dosa besar itu? Rasulullah saw. bersabda:

»اَلشِّرْكُ بِاللهِ، وَالأَيَاسُ مِنْ رُوْحِ اللهِ، وَالْقَنُوْطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ «

Dosa besar itu adalah musyrik kepada Allah, putus asa dari karunia Allah, dan putus harapan dari rahmat Allah. (Al-Haitsami berkata telah diriwayatkan oleh Al-Bazar dan Thabrani para perawinya terpercaya, As-Suyuti dan Al-Iraqi menghasankan hadits ini)

Para Rasul tidak pernah putus harapan dari pertolongan Allah dan jalan keluar dari Allah. Mereka hanya putus harapan dari keimanan kaumnya. Allah berfirman:

حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ وَلاَ يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ

Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tid]ak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa. (TQS. Yusuf [12]: 110)

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa ‘Aisyah membaca lafadz كُذِّبُوْا dengan memakai syiddah. Maksudnya adalah pendustaan suatu kaum kepada para Rasul, sebab para Rasul terjaga dari kesalahan.

(Sumber : Kitab Minmuqowwimat)

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Menangis kerena Takut dan Ingat kepada Allah

Menangis karena takut kepada Allah disunahkan. Dalilnya adalah Al-Quran dan As-Sunah. Adapun dalil-dalil dari Al-Quran adalah:

أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ$ وَتَضْحَكُونَ وَلاَ تَبْكُونَ

Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? (TQS. An-Najm [53]: 59)

وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا

Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu`. (TQS. Al-Isra [17]: 109)

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (TQS. Maryam [19]: 58)

Adapun dalil dari As-Sunah adalah:

  • Dari Ibnu Mas’ud ra., ia berkata; telah bersabda Nabi saw. kepadaku:

»اقْرَأْ عَلَيَّ الْقُرْآنَ، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ

أُنْزِلَ؟ قَالَ إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي، فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ سُوْرَةَ

النِّسَاءِ حَتَّى جِئْتُ إِلَى هَذِهِ اْلآيَةِ: ]فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ

بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا[ قَالَ حَسْبُكَ الآنَ. فَالْتَفَتَ

إِلَيْهِ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرَفَانِ«

“Bacakanlah Al-Quran untukku.” Wahai Rasul! Apakah aku harus membaca Al-Quran untukmu, sedangkan Al-Quran itu diturunkan kepadamu? Beliau saw. bersabda, “Aku sangat menyukai mendengarkan Al-Quran dari orang lain.” Ibnu Mas’ud berkata; Maka aku membacakan Al-Quran surat An-Nisa untuk Rasul, hingga aku sampai pada ayat:

فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا

Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (TQS. An-Nisa [4]: 41). Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Cukup sampai di sini.” Aku menoleh kepada Rasul saw., ternyata kedua matanya mengucurkan air mata. (Mutafaq ‘alaih).

  • Dari Anas ra., ia berkata; Rasulullah saw. pernah berkhutbah dengan khutbah yang selama aku hidup tidak pernah mendengarnya. Rasulullah saw. bersabda:

«لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا قَالَ فَغَطَّى أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُمْ لَهُمْ خَنِينٌ»

Andaikata kalian mengetahui apa-apa yang aku ketahui, maka niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Kemudian sahabat menutupi wajah mereka dan menangis tersedu-sedu. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Abu Hurairah ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ… وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ»

Ada tujuh golongan yang Allah akan menaunginya pada saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. …. seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Ibnu Umar, ia berkata; ketika sakit Rasulullah saw. semakin parah, maka disampaikan kepada beliau tentang shalat (siapa yang akan menjadi imamnya, penj.). Rasulullah saw. bersabda:

«مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ قَالَتْ عَائِشَةُ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ إِذَا قَرَأَ غَلَبَهُ الْبُكَاءُ…»

Perintahkan kepada Abu Bakar untuk menjadi imam shalat. ‘Aisyah berkata, “Sesunggunya Abu Bakar adalah seorang lelaki yang mudah luluh hatinya. Jika ia membaca (Al-Quran, pent.) maka ia pasti akan banyak menangis.” Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari. Dalam riwayat Muslim dikatakan ‘Aisyah berkata:

«قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ إِذَا قَرَأَ الْقُرْآنَ لاَ يَمْلِكُ دَمْعَهُ…»

Aku berkata, wahai Rasulullah saw. sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang lelaki yang mudah luluh hatinya. Apabila ia membaca Al-Quran, maka ia tidak akan bisa menahan air matanya. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Anas ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda kepada Ubay bin Ka’ab ra.:

»إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَمَرَنِيْ أَنْ أُقْرِأَ عَلَيْكَ ]لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا[ قَالَ وَسَمَّانِيْ؟ قَالَ نَعَمْ فَبَكَى أُبَيٌّ «

Sesungguhnya Allah memerintahkanku untuk membacakan kepadamu ayat ini:

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا

Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya). (TQS. Al-Bayyinah [98]: 1). Ubay berkata, “Apakah Allah menyebutkan namaku?” Rasulullah saw. bersabda, “Ya” Kemudian Ubay pun menangis. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُودَ اللَّبَنُ فِي الضَّرْعِ وَلاَ يَجْتَمِعُ غُبَارٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ»

Tidak akan masuk Neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali lagi ke payudara. Dan tidak akan berkumpul debu perang fisabilillah dengan asap Neraka Jahannam. (HR. Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih)

  • Dari Abdullah bin Syukhair ra. ia berkata:

«أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُصَلِّي وَلِجَوْفِهِ أَزِيزٌ كَأَزِيزِ الْمِرْجَلِ يَعْنِي يَبْكِي»

Aku mendatangi Rasulullah saw. pada saat beliau sedang shalat. Di perut beliau terdapat suara mendidih -seperti mendidihnya kuali- karena menangis. (Imam Nawawi berkata hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dalam kitab Asy-Syamail dengan sanad shahih).

  • Dari Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, sesungguhnya Abdurahman bin Auf diberikan makanan pada saat ia (hendak berbuka) shaum. Maka ia berkata:

»قُتِلَ مُصْعَبٌ بْنُ عُمَيْرٍt وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي، كُفِّنَ فِي بُرْدَةٍ، إِنْ غُطِّيَ

رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلاَهُ، وَإِنْ غُطِّيَ رِجْلاَهُ بَدَا رَأْسُهُ، وَأَرَاهُ قَالَ وَقُتِلَ

حَمْزَةُ وَهُوَخَيْرٌ مِنِّي، ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ، أَوْ قَالَ أُعْطِينَا

مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِيْنَا، وَقَدْ خَشِيْنَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا، ثُمَّ

جَعَلَ يَبْكِي حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ«

Mush’ab bin Umair telah terbunuh padahal ia lebih baik dariku. Ia dikafani dengan bajunya. Apabila kepalanya ditutup maka kakinya kelihatan. Bila kakinya ditutup maka kepalanya kelihatan dan aku melihatnya. Dan Hamzah telah terbunuh, ia lebih baik dariku. Kemudian aku di dunia dilapangkan kepadaku, seperti saat ini. Atau ia berkata, “Kemudian aku diberi harta dunia seperti saat ini. Aku khawatir kebaikan-kebaikanku dipercepat pada ku.” Ibrahim berkata, “Kemudian ia menangis hingga membiarkan makanannya”

  • Dari Al-Irbad bin Sariyah ra., ia berkata:

«وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ»

Rasulullah telah menasehati kami dengan nasihat yang menyebabkan hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. (HR Abu Dawud. Tirmidzi berkata hadits ini hasan shahih).

  • Dari Anas ra. bahwa Nabi saw ia bersabda:

Barang siapa mengingat Allah kemudian keluar air matanya karena takut kepada Allah hingga bercucuran jatuh ke tanah, maka dia tidak akan disiksa di Hari Kiamat kelak. (HR. Hakim dalam kitab shahihnya, disetujui oleh Adz-Dzahabi)

  • Dari Abu Raihanah, ia berkata; kami keluar bersama Rasulullah saw. dalam satu peperangan. Kami mendengar beliau saw. bersabda:

»حُرِّمَتِ النَّارُ عَلَى عَيْنٍ دَمَعَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ، حُرِّمَتِ النَّارُ عَلَى

عَيْنٍ سَهِرَتْ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَنَسِيْتُ اَلثَّالثَةَ وَسَمِعْتُ بَعْدَ أَنَّهُ قَالَ حُرِّمَتِ النَّارُ عَلَى عَيْنٍ غَضَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ«

Neraka diharamkan atas mata yang mengeluarkan air mata karena takut kepada Allah. Neraka diharamkan atas mata yang tidak tidur di jalan Allah. Abu Raihanah berkata; Aku lupa yang ketiganya. Tapi setelahnya aku mendengar beliau bersabda, “Neraka diharamkan atas mata yang berpaling dari segala yang diharamkan Allah.” (HR Ahmad, Hakim dalam kitab shahihnya, disetujui oleh Adz-Dzahabi dan An-Nasai).

  • Dari Ibnu Abi Malikah, ia berkata; aku duduk bersama Abdullah bin Amru di atas batu, maka ia berkata:

»ابْكُوْا فَإِنْ لَمْ تَجِدُوْا بُكَاءً فَتَبَاكُوْا، لَوْ تَعْلَمُوْنَ الْعِلْمَ لَصَلَّى أَحَدُكُمْ حَتَّى يَنكَسِرَ ظَهْرُهُ، وَلَبَكَى حَتَّى يَنْقَطِعَ صَوْتُهُ «

Menangislah! Jika tidak bisa maka berusahalah untuk menangis. Jika kalian mengetahui ilmu yang sebenarnya maka niscaya salah seorang dari kalian akan shalat hingga patah punggungnya. Dia ia akan menangis hingga suaranya terputus. (HR. Hakim dalam kitab shahihnya, disetujui oleh Adz-Dzahabi).

  • Dari Ali ra. ia berkata:

» مَا كَانَ فِينَا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرُ الْمِقْدَادِ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا فِينَا قَائِمٌ  إِلاَّ رَسُولُ اللهِ r تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّي وَيَبْكِي حَتَّى أَصْبَحَ «

Tidak ada ahli berkuda di antara kami pada perang Badar kecuali Miqdad. Dan aku telah memperhatikan keadaan kita, tidak ada yang berdiri kecuali Rasulullah saw. di bawah suatu pohon. Beliau shalat dan menangis hingga waktu shubuh. (HR. Ibnu Huzaimah dalam kitab shahihnya).

  • Dari Tsauban ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

Kebahagiaan bagi orang yang bisa menguasai dirinya, dilapangkan rumahnya, dan dibuat menangis oleh kesalahannya. (HR. Thabrani dengan sanad hasan).

(Disardur dari Kitab Minmuqowwimat)

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Takut kepada Allah dalam Kondisi Tersembunyi dan Terang-terangan

Takut kepada Allah merupakan kewajiban. Dalilnya adalah Al-Quran dan As-Sunah. Adapun dalil Al-Quran adalah firman Allah:

وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ

Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus bertakwa. (TQS. Al-Baqarah [2]: 41)

وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

Dan hanya kepada-Ku lah kamu harus takut (tunduk). (TQS. Al-Baqarah [2]: 40)

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلاَ تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (TQS. Ali Imran [3]: 175)

وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ

Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 28)

فَلاَ تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. (TQS. Al-Maidah [5]: 44)

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu… (TQS. An-Nisa [4]: 1)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, … (TQS. Al-Anfal [8]: 2)

وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ$إِنَّ فِي ذَلِكَ لآَيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الآْخِرَةِ ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ$وَمَا نُؤَخِّرُهُ إِلاَّ لأَجَلٍ مَعْدُودٍ$يَوْمَ يَأْتِ لاَ تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ$فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ

Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). Dan kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu. Dikala datang hari itu, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). (TQS. Hud [11]: 102-106)

وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ

Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (TQS. Ar-Ra’du [13]: 21)

ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ

Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. (TQS. Ibrahim [14]: 14)

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ $يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللهِ شَدِيدٌ

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras. (TQS. Al-Haj [22]: 1-2)

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ

Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga. (TQS. Ar-Rahman [55]: 46)

مَا لَكُمْ لاَ تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا

Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? (TQS. Nuh [71]: 13);

Artinya mengapa kamu tidak takut kepada Kebesaran Allah.

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ$وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ$وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ$لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. TQS. Abasa [80]: 34-37)

Adapun kewajiban memiliki rasa takut berdasarkan As-Sunah dan Atsar, dapat dilihat dari apa-apa yang disebutkan secara langsung (manthuq) atau berdasarkan mafhum dari hadists-hadits berikut:

  • Dari Abu Hurairah ra. ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ اْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ»

Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid; Dua orang yang saling mencintai kerena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahsiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya.

  • Dari Anas ra., ia berkata; Rasulullah saw. pernah berkhutbah yang aku tidak pernah mendengar khutbah seperti itu selamanya. Rasulullah saw. bersabda:

«لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا»

Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, maka niscaya kamu akan sedikit bicara dan banyak menangis. Kemudian para sahabat Rasulullah saw. menutup wajah mereka dan mereka menangis tersedu-sedu. (Mutafaq ‘alaih).

  • Dari Adiy bin Hatim ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ سَيُكَلِّمُهُ اللهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلاَ يَرَى إِلاَّ النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ»

Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali akan diajak bicara oleh Allah tanpa penerjemah. Kemudian ia menengok ke kanan, maka ia tidak melihat kecuali apa yang pernah dilakukannya (di dunia). Ia pun menengok ke kiri, maka ia tidak melihat kecuali apa yang pernah dilakukannya (di dunia). Lalu ia melihat ke depan maka ia tidak melihat kecuali Neraka ada di depan wajahnya. Karena itu jagalah diri kalian dari Neraka meski dengan sebutir kurma. (Mutafaq ‘alaih).

  • Dari ‘Aisyah ra., ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

«يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ النِّسَاءُ وَالرِّجَالُ جَمِيعًا يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ؟ قَالَ يَا عَائِشَةُ اْلأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يَنْظُرَ بَعْضُهُمْ»

Manusia di Hari Kiamat akan dikumpulkan tanpa alas kaki, telanjang, dan belum dikhitan. Aku berkata, “Wahai Rasulallah saw.! Apakah laki-laki dan wanita akan saling menatap satu sama lainnya?” Rasulullah saw. bersabda, ”Wahai ‘Aisyah!, Urusan pada saat itu lebih dahsyat sehingga mereka tidak akan sempat saling memandang kepada orang lain.” (Mutafaq ‘alaih)

  • Diriwayatkan dari An-Nu’man bin Basyir ra., katanya; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

«إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ يَغْلِي مِنْهَا دِمَاغُهُ»

Sesungguhnya azab yang paling ringan dari penghuni Neraka pada Hari Kiamat ialah seorang yang diletakkan pada kedua telapak kakinya sendal dari api neraka yang menyebabkan otaknya mendidih. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhai keduanya, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

«يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى يَغِيبَ أَحَدُهُمْ فِي رَشْحِهِ إِلَى أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ»

Kelak manusia akan berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam, hingga salah seorang dari mereka tenggelam dalam keringatnya sampai ke paras kedua telinganya. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

» يَعْرَقُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَذْهَبَ عَرْقُهُمْ فِي اْلأَرْضِ سَبْعِينَ ذِرَاعًا وَيُلْجِمُهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ آذَانَهُمْ «

Manusia pada Hari Kiamat akan berkeringat hingga mengalir di permukaan bumi setinggi tujuh puluh siku dan akan meneggelamkan mereka sampai ke telinganya. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

«يَقُولُ اللهُ إِذَا أَرَادَ عَبْدِي أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَلاَ تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِي فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ»

Allah berfirman, “Jika hamba-Ku bermaksud melaksanakan maksiat, maka janganlah ditulis hingga ia melaksanakannya. Jika ia melakukannya, maka tulislah kesalahaan itu dengan satu kesalahan. Jika ia meninggalkannya karena Aku, maka catatlah sebagai sebuah kebaikan. Jika hamba-Ku bermaksud melaksanakan sebuah kebaikan tapi ia belum sempat melaksanakannya, maka catatlah sebagai sebuah kebaikan. Jika ia melakukannya, maka catatlah sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus lipat. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

«لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الْعُقُوبَةِ مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ وَلَوْ يَعْلَمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنْ الرَّحْمَةِ مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ»

Jika seorang mukmin mengetahui siksaan yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang tidak mengharapkan Surga-Nya. Jika orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang putus asa dari rahmat-Nya. (HR. Muslim)

  • Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhai keduanya, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

«كَانَ الْكِفْلُ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ لاَ يَتَوَرَّعُ مِنْ ذَنْبٍ عَمِلَهُ، فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ

فَأَعْطَاهَا سِتِّينَ دِينَارًا عَلَى أَنْ يَطَأَهَا فَلَمَّا قَعَدَ مِنْهَا مَقْعَدَ الرَّجُلِ مِنَ

امْرَأَتِهِ أَرْعَدَّتْ وَبَكَتْ، فَقَالَ مَا يُبْكِيكِ؟ قَالَتْ: َلأَنْ هَذَا عَمَلٌ مَا

عَمِلْتُهُ قَطُّ، وَمَا حَمَلَنِي عَلَيْهِ إِلاَّ الْحَاجَةُ، فَقَالَ: تَفْعَلِينَ أَنْتِ هَذَا مِنْ

مَخَافَةِ اللهِ! فَأَنَا أَحْرَى، اِذْهَبِي فَلَكِ مَا أَعْطَيْتُكِ، وَوَاللهِ مَا أَعْصِيْهِ

بَعْدَهَا أَبَدًا، فَمَاتَ مِنْ لَيْلَتِهِ، فَأَصْبَحَ مَكْتُوْبٌ عَلَى بَابِهِ: إِنَّ اللهَ قَدْ

غَفَرَ لِلْكِفْلِ فَعَجَبَ النَّاسُ مِنْ ذَلِكَ»

Ada seorang kiflu (orang yang suka menjamin urusan orang lain) dari Bani Israil yang tidak berhati-hati dari dosa yang dilakukannya. Suatu ketika ia didatangi seorang wanita. Kemudian ia memberikan enam dinar kepada wanita itu dengan syarat boleh menyetubuhinya. Ketika ia benar-benar ingin melaksanakan maksudnya, maka si wanita mendadak menggigil katakutan dan menangis. Kemudian ia berkata, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” Wanita itu berkata, “Aku menangis karena perbuatan seperti ini belum pernah kulakukan selama ini. Aku tidak terdorong untuk melakukannya kecuali karena kebutuhan yang mendesak.” Laki-laki itu berkata, “Jadi engkau menagis kerena takut kepada Allah? Sungguh aku lebih pantas untuk takut kepada Allah. Pergilah dan ambilah jadi milikmu apa yang telah kuberikan tadi. Demi Allah aku tidak akan menentang Allah lagi setelah ini selamanya.” Kemudian laki-laki itu mati di malam harinya, dan tiba-tiba tertulislah dipintu rumahnya: “Sesungguhnya Allah telah mengampuni laki-laki itu”. Maka orang-orang pun terkaget-kaget karenanya. (HR. Tirmidzi, ia menghasankan hadits ini, dan hakim dalam kitab shahihnya. Hadits ini disetujui oleh Ad Dzahabi, Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dan Baihaqi dalam Asy Sya’bi)

  • Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., tentang perkara yang diriwayatkan beliau dari Tuhannya. Allah berfirman:

Demi kemulian-Ku, Aku tidak akan menghimpun dua rasa takut dan dua rasa aman pada diri seorang hamba. Jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan bemberikannya rasa aman di Hari Kiamat. Jika ia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut kepadanya di Hari Kiamat. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya).

  • Dari Ibnu Abas, semoga Allah meridhai keduanya, ia berkata; ketika Allah menurunkan ayat ini kepada Nabi-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri dan keluarga kalian dari Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan. (TQS. At-Tahrim [66]: 6); Pada suatu hari Rasulullah saw. membacakan ayat ini kepada para sahabat, tiba-tiba ada seorang pemuda yang terjungkal pingsan. Kemudian Nabi saw. meletakkan tangan beliau di atas hatinya, dan ternyata masih berdetak jantungnya. Kemudian Nabi saw. bersabda, “Wahai anak muda ucapkanlah: ‘Tidak ada Tuhan selain Allah’”, Si pemuda pun mengucapkannya. Kemudian beliau memberikan kabar gembira kepadanya dengan Surga. Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah!, Apakah pemuda itu termasuk golongan kita?” Rasulullah bersabda; Apakah kalian tidak mendengar firman Allah:

ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ

Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku. (HR. Hakim, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Ad-Dzahabi).

  • Dari ‘Aisyah ra., ia berkata; Wahai Rasulullah saw.!, Allah pernah berfirman Allah:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا ءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka (TQS.Al-Mukmin [23]: 60); adalah ditujukan kepada orang yang berzina dan minum khamr. Dalam riwayat Ibnu Sabiq dikatakan, “Apakah ditujukan pada orang yang berzina, mencuri, dan minum khamr, tapi meski begitu dia takut kepada Allah?” Rasulullah saw. bersabda, “Bukan”. Dalam riwayat Waki dikatakan, “Bukan, Wahai Putri Abu Bakar Ash-Shiddiq, tapi ia adalah orang yang menunaikan shaum, shalat, dan sedekah; dan ia merasa khawatir ibadahnya tersebut tidak diterima.(HR. Al-Baihaki dalam Asy-Sya’by, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, ia menshahihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahaby).

»«

  • Dari Tsauban ra., dari Nabi saw., beliau bersabda:

»َلأُعَلِّمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِيْ يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتِ أَمْثَالِ جِبَالٍ

تِهَامَةَ بِيضًا، فَيَجْعَلُهَا اللهُ هَبَاءً مَنْثُورًا، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ صِفْهُمْ

لَنَا، حَلِّهِمْ لَنَا أَلاَّ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ، قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ مِنْ

إِخْوَانِكُمْ، مِنْ جِلْدَتِكُمْ، وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُوْنَ، وَلَكِنَّهُمْ

أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللهِ انْتَهَكُوهَا«

Aku akan memberitahukan beberapa kaum dari umatku. Di hari kiamat mereka datang dengan membawa kebaikan seperti gunung Tihamah yang putih. Tapi Allah menjadikannya bagikan debu yang ditebarkan. Kemudaian aku berkata: Wahai Rasulullah sebutkanlah sifat mereka dan jelaskanlah keadaan mereka agar kami kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya. Rasulullah saw. bersabda: Ingatlah!, mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian. Mereka suka bangun malam sebagaimana kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika tidak dilihat oleh siapapun saat menghadapi perkara yang diharamkan Allah, maka mereka melanggaranya. (HR. Ibnu Majah. Al-Kinani penulis buku Mishbah Al-Zujajah berkata, Isnad hadits ini shahih, para perawinya terpercaya)

  • Abdullah bin Mas’ud menceritakan kepada kami dua hadits, salah satunya berasal dari Nabi saw. dan satu lagi dari dirinya sendiri ia berkata:

«إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا قَالَ أَبُو شِهَابٍ بِيَدِهِ فَوْقَ أَنْفِهِ…»

Sesungguhnya orang yang beriman akan melihat dosa-dosanya seolah-olah ada di atas gunung. Ia takut (dosa itu) jatuh menimpanya. Sedangkan orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menghampiri hidungnya, kemudia ia berkata mengenai dosanya, “Seperti inikah?” Abu Syihab berkata, “Lalat itu menghampiri tangannya yang ada di atas hidungnya” (HR. Bukhari)

  • Dari Sa’ad ra., ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

«إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ»

Sesungguhnya Allah akan mencintai seorang hamba yang takwa, kaya, dan (takut kepada Allah) dalam kondisi tersembunyi. (HR. Muslim)

  • Dari Usamah bin Syarik, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

»مَا كَرِهَ اللهُ مِنْكَ شَيْأً فَلاَ تَفْعَلْهُ إِذَا خَلَوْتَ «

Apa-apa yang tidak disukai Allah darimu, maka janglah engkau kerjakan, (meskipun) sedang sendirian. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

  • Dari Abdullah bin Amru, ia berkata:

«قِيلَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ قَالَ كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ صَدُوقِ اللِّسَانِ قَالُوا صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ قَالَ هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ لاَ إِثْمَ فِيهِ وَلاَ بَغْيَ وَلاَ غِلَّ وَلاَ حَسَدَ»

Ditanyakan kepada Rasulullah saw. manusia manakah yang paling utama? Rasulullah saw bersabda, “Orang yang bening hatinya dan jujur lisannya.” Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah!, Kami sudah mengetahui maksud ‘jujur lisannya’, namun apa yang dimaksud dengan ‘bening hatinya’?” Rasulullah saw. bersabda, “Adalah hati yang takut (kepada Allah) dan bersih. Di dalamnya tidak ada dosa, sifat jahat, kedengkian, dan iri.” (Al-Kinani berkata, “Sanad hadits ini shahih”. Al-Baihaki meriwayatkannya dalam kitab sunannya dari arah tersebut)

Dari Abu Umamah, dari Nabi saw, beliau bersabda:

»إِنَّ أَغْبَطَ أَوْلِيَائِيْ عِنْدِيْ لَمُؤْمِنٌ خَفِيْفُ الْحَاذِ ذُوْ حَظٍّ مِنَ الصَّلاَةِ،

أَحْسَنَ عِبَادَةِ رَبِّهِ وَأَطَاعَهُ فِي السِّرِّ، وَكَانَ غَامِضًا فِي النَّاسِ لاَ يُشَارُ

إِلَيْهِ بِاْلأَصَابِعِ، وَكَانَ رِزْقُهُ كَفَافًا فَصَبَرَ عَلَى ذَلِكَ، ثُمَّ نَقَرَ

بِيَدِهِ فَقَالَ عُجِّلَتْ مَنِيَّتُهُ قَلَّتْ بَوَاكِيْهُ قَلَّ تُرَاثُهُ «

Sesungguhnya wali yang paling menarikku adalah seorang mukmin yang ringan khadznya yang mempunyai bagian yang besar dalam shalatnya. Dia beribadah kepada Rabnya dengan ikhlas dan sesuai dengam sunah. Ia taat kepada Allah pada saat menyendiri, tidak ada yang melihatnya. Ia nenyembunyikan (ibadahnya) terhadap manusia. Ia tiada pernah ditunjuk-tunjuk (dimarahi) oleh jari tangan orang lain. Rizkinya tidak terlalu banyak, tapi ia sabar atas rizkinya. Kemudian beliau mengibaskan tangannya dan bersabda, “Kematian orang itu cepat sekali, sedikit orang yang menangisinya dan sedikit peninggalannya.” (HR. Tirmidzi. Ia menghasankannya)

  • Dari Bahz bin Hakim, ia berkata; Bani Qusyair mengimami kami di Masjid, kemudian ia membaca surat Al-Mudatsir. Maka ketika ia sampai kepada ayat:

فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُوْرِ

Apabila ditiup sangkakala, (TQS. Al-Mudatsir [74]: 8 ), ia tersungkur dan meninggal dunia. (HR Hakim, ia berkata sanadnya shahih)

  • Dari Ibnu Abas semoga Allah meridhai keduanya, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

»مَنْ لَقِيَ مِنْكُمُ الْعَبَّاسَ فَلْيَقْفِفْ عَنْهُ، فَإِنَّهُ خَرَجَ مُسْتَكْرهًا، فَقَالَ

أَبُوْ حُذَيْفَةَ بْنُ عُتْبَةَ: أَنَقْتُلُ آبَاءَنَا وَإِخْوَانَنَا وَعَشَائِرَنَا، وَنَدَعُ الْعَبَّاسَ

وَاللهِ َلأَضْرِبَنَّهُ بِالسَّيْفِ، فَبَلَغَتْ رَسُوْلَ اللهِ r فَقَاَلَ لِعُمَرَ بْنِ

الْخَطَّابِ: يَا أَبَا حَفْصٍ –قَالَ عُمَرُ إِنَّهُ َلأَوَّلُ يَوْمٍ كَنَانِي فِيْهِ بِأَبِي

حَفْصٍ- يُضْرَبُ وَجْهُ عَمِّ رَسُوْلِ الله بِالسَّيْفِ فَقَالَ عُمَرُ: دَعْنِيْ

فَلأَضْرِبُ عُنُقَةُ فَإِنَّهُ قَدْ نَافَقَ، وَكَانَ أَبُو حُذَيْفَةَ يَقُوْلُ: مَا أَنَا بِآمِنٍ

مِنْ تِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِي قُلْتُ، وَلاَ أَزَالُ خَائِفًا حَتَّى يُكَفِّرَهَا اللهُ عَنِّيْ

بِالشَّهَاَةِ.قَالَ: فَقُتِلَ يَوْمَ الْيَمَامَةِ شَهِيْدًا«

Pada hari Badar barangsiapa di antara kalian bertemu dengan Abas maka hendaklah ia menjaga diri darinya (tidak menyerangnya) karena ia keluar ikut berperang bersama orang Quraisy dalam keadaan terpaksa. Abu Huzaifah bin Atamah berkata, “Kenapa kami harus membunuh bapak, saudara, dan kerabat kami, sementara kami harus membiarkan Abas? Demi Allah aku pasti akan memenggalnya dengan pedang.” Kemudian hal itu sampai kepada Rasulullah saw. maka Rasul saw. berkata kepada Umar bin Khathab, “Wahai Aba Hafs!, –hari itu adalah pertama kalinya Rasulullah memanggilku dengan nama Abi Hafs– ia akan memenggal paman Rasulullah saw. dengan pedang?” Umar berkata, “Biarkanlah aku memenggal lehernya karena ia sunguh telah menjadi orang munafik.” Abu Huzaifah berkata, “Aku sejak saat itu tidak pernah merasa aman dari ucapanku tersebut. Dan aku akan senantiasa dihinggapi rasa takut, hingga Allah menebusnya dariku dengan mati syahid.” Ibnu Abas berkata, “Abu Huzaifah terbunuh pada perang Yamamah sebagai syuhada.” (HR. Hakim dalam kitab Mustadrak, ia mengatakan hadits ini shahih memenuhi syarat Muslim)

(Sumber : Kitab Min Muqowwimat)

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Cinta dan Benci Karena Allah

Cinta kerena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Benci karena Allah adalah membenci hamba Allah disebabkan kekufuran dan maksiatnya. Yang demikian ini karena kata “Fii” dalam ungkapan ”Fillah” adalah huruf ta’lil artinya kata yang berarti “sebab/karena”. Seperti dalam firman Allah:

فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ

Maka itulah perkara yang karenanya kalian mencaci-makiku. (TQS. Yusuf [12}: 32).

Kata “fiihi” dalam ayat ini maknanya adalah karenanya. Seperti juga dalam firman Allah:

لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ

Maka akan menimpamu karena…(TQS. Rum [30]: 14)

Juga seperti sabda Nabi saw.:

« »

»دَخَلَتِ امْرَأَةٌ النَّارَ فِي هِرَّةٍ «

Seorang wanita masuk Neraka karena kucing

Mencintai orang-orang yang beriman yang senantiasa taat kepada Allah sangat besar pahalanya, dalilnya adalah :

  • Hadits dari Abu Hurairah (Mutafaq ‘alaih) bahwa Rasulullah saw. bersabda:

»سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادْلٌ،

وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ،

وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ، وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ

امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ

بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا، حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ

اللهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ«

»سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ،

وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ،

وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ، وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ

امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ

بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا، حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ

اللهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ«

Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid; Dua orang yang saling mencintai kerena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahsiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya

  • Hadits dari Abu Hurairah riwayat Muslim, Rasulullah bersabda:

«إِنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُولُ: يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلاَلِ الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلِّي؟»

Sesunguhnya kelak di Hari Kiamat Allah akan berfirman, “Di mana orang-orang yang saling mencintai karena kegungan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naungan-Ku disaat tidak ada naungan kecuali naungan-Ku”

  • Hadits dari Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda:

«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَ لاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ»

Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian belum beriman hingga saling mencintai. Apakah tidak perlu aku tunjukkan pada satu perkara, jika kalian melakukannya maka niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.

Yang menjadi dalil pada hadits ini adalah sabda Rasulullah saw., “kalian belum beriman hingga saling mencintai”. Hadits ini menunjukkan tentang besarnya pahala saling mencintai karena Allah.

  • Hadits dari Anas bin Malik yang ditakhrij oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ يَجِدُ أَحَدٌ حَلاَوَةَ اْلإِيمَانِ حَتَّى يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ…»

Siapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia mencintai seseorang tidak karena yang lain kecuali karena Allah semata.

  • Hadits Muadz yang ditakhrij oleh At-Tirmidzi. Ia berkata hadits ini hasan shahih. Muadz berkata; aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

«قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: اَلْمُتَحَابُّوْنَ فِيْ جَلاَلِي، لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُوْرٍ، يَغْبَطُهُمْ النَّبِيُّوْنَ وَالشُّهَدَاءُ»

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, mereka akan mendapatkan mimbar-mimbar dari cahaya. Para Nabi dan syuhada pun tertarik oleh mereka”

Tertariknya para Nabi dan syuhada kepada mereka adalah kiasan dari sangat baiknya keadaan mereka. Artinya, para Nabi dan syuhada memandang baik sekali keadaan mereka. Tidak bisa diartikan bahwa para Nabi dan syuhada benar-benar tertarik oleh keadaan mereka, karena bagaimanapun para Nabi dan syuhada lebih utama dan lebih tinggi derajatnya dari pada mereka.

  • Hadits dari Anas bin Malik yang ditahrij oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shahih, ia berkata; ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mencintai orang lain, tapi dia tidak mampu beramal seperti amalnya.” Maka Rasulullah saw. bersabda:

«الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ»

Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya.

Anas berkata, “Aku belum pernah melihat para sahabat Rasulullah saw. lebih bergembira dengan sesuatu –kecuali dengan Islam– seperti gembiranya mereka dengan perkataan Rasulullah saw. ini.” Anas berkata; “Maka kami mencintai Rasulullah, meski tidak mampu beramal seperti amalnya. Tapi jika kami telah bersamanya, maka hal itu telah cukup bagi kami.”

  • Hadits dari Abu Dzar yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban, ia berkata:

«يَا رَسُولَ اللهِ، اَلرَّجُلُ يُحِبُّ الْقَوْمَ لاَيَسْتَطِيْعُ أَنْ يَعْمَلَ بِأَعْمَالِهِم،

قَالَ: أَنْتَ ياَ أَبَا ذَرٍّ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ. قَالَ: قُلْتُ فَإِنِّي أُحِبُّ اللهَ

وَرَسُوْلَهُ يُعِدُهَا مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ»

Wahai Rasulullah, bagaiman jika ada seseorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu beramal seperti mereka? Rasulullah saw. bersabda, “Engkau wahai Abu Dzar, akan bersama siapa saja yang engkau cintai.” Abu Dzar berkata; maka aku berkata, “Sungguh, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Abu Dzar mengulanginya satu atau dua kali.

  • Hadits dari Abdullah bin Mas’ud (Mutafaq ‘alaih), ia berkata:

«جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ r فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَقُوْلُ فِي

رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: “اَلْمَرْءُ مَعَ

مَنْ أَحَبَّ”»

Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah saw., bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak ikut dengan mereka?” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang akan bersama dengan yang dicintainya.”

  • Hadits dari Abdullah bin Mas’ud, di takhrij oleh Hakim dalam Al-Mustadrak, ia berkata hadits ini shahih isnadnya meski tidak ditakhrij oleh Bukhari Muslim. Ibnu Mas’ud berkata; Rasulullah saw. berkata kepadaku:

«…»

»يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ مَسْعُوْدٍ، فَقُلْتُ: لَبَّيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ: ثَلاَثَ مِرَارٍ،

قَالَ: هَلْ تَدْرِيْ أَيَّ عُرَى الإِيْمَانِ أَوْثَقُ؟ قُلْتُ: اَللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ،

قَالَ: أَوْثَقُ الإِيْمَانِ اْلوِلاَيَةُ فِي اللهِ، بِالْحُبِّ فِيْهِ، وَالْبَغْضِ فِيْهِ…«

Wahai Abdullah bin Mas’ud! Ibnu Mas’ud berkata, “Ada apa Ya Rasulullah (ia mengatakannya tiga kali).” Rasulullah bertanya, “Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah bersabda, “Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah, dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karena-Nya.” (Al-Hadits)

  • Hadits dari Umar bin Al-Khathab, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid, Rasulullah saw. bersabda:

«ِللهِ عِبَادٌ لاَ بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ بِمَكَانِهِمْ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ وَمَا أَعْمَالُهُمْ؟ لَعَلَّنَا

نُحِبُّهُمْ، قَالَ: قَوْمٌ تَحَابوُّا بِرُوْحِ اللهِ، لاَ أَرْحَامَ بَيْنَهُمْ، وَلاَ أَمْوَالَ

يَتَعَاطُوْنَهَا، وَاللهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ نُوْرٌ، وَإِنَّهُمْ لَعَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ، لاَ

يَخَافُوْنَ إِذَا خَافَ النَّاسُ، وَلاَ يَحْزَنُوْنَ إِذَا حَزَنَ النَّاسُ، ثُمَّ قَرَأَ ]أَلاَّ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ[»

Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaiman amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.” Rasulullah saw. bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah:

أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (TQS. Yunus [10]: 62)

  • Hadits Muadz bin Anas Al-Jahni bahwa Rasulullah saw. bersabda:

« »

»مَنْ أَعْطَى ِللهِ، وَمَنَعَ ِللهِ، وَأَحَبَّ ِللهِ، وَأَبْغَضَ ِللهِ، وَأَنْكَحَ ِللهِ، فَقَدِ اسْتَكْمَلَ إِيْمَانُهُ «

Siapa saja yang memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka berati ia telah sempurna imannya. Abu Isa berkata, hadits ini Hasan. Juga ditakhrij oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak. Ia berkata hadits ini shahih isnadnya meski tidak ditakhrij oleh Bukhari dan Muslim. Abu Dawud telah mentakhrijnya dari hadits Abu Umamah. Tapi dalam riwayatnya ia tidak menuturkan lafadz “ Wa Ankaha Lillah” (dan menikah karena Allah).

Disunahkan orang yang mencintai saudaranya karena Allah untuk mengabari dan memberitahukan cintanya kepadanya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Ia berkata hadits ini hasan dari Miqdad bin Ma’di dari Nabi saw. Beliau bersabda:

« »

»إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَلْيُحْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ «

Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya.

Juga berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad yang shahih dari Anas bin Malik:

«أَنَّ رَجُلاً كَانَ عِنْدَ النَّبِيِّ r، فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ

إِنِّي َلأُحِبُّ هَذَا، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ r أَعْلَمْتَهُ؟ قَالَ: لاَ، قَالَ أَعْلِمْهُ،

فَلَحِقَهُ، فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّكَ فِي اللهِ، فَقَالَ: أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ»

Ada seorang laki-laki berada di dekat Nabi saw, kemudian kepadanya lewat seorang laki-laki lain. Laki-laki yang di dekat Rasul saw. berkata, “Wahai Rasulullah saw.! Sungguh aku mencintainya.” Maka Rasulullah bertanya, “Apakah engkau sudah memberitahukannya?” Ia menjawab, “Belum.” Rasulullah bersabda, “Beritahukanlah kepadanya!” Kemudian ia pun mengikutinya dan berkata, “Sungguh aku mencintaimu karena Allah.” Laki-laki itu pun berkata, “Semoga engkau dicintai Allah, yang karena-Nya engkau mencintaiku.”

Juga bedasarkan hadits riwayat Al-Bazaar dengan sanad hasan dari Abdullah bin Amr, ia berkata; Rasulullah saw bersabda:

« »

»مَنْ أَحَبَّ رَجُلاً ِللهِ، فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّكَ ِللهِ، فَدَخَلاَ الْجَنَّةَ فَكَانَ الَّذِي أَحَبُّ أَرْفَعَ مَنْزِلَةً مِنَ الآخَرِ. أُلْحِقَ بِالَّذِيْ أَحَبَّ ِللهِ «

 

Siapa yang mencintai seseorang karena Allah, kemudian seseorang yang dicintainya itu berkata, “Aku juga mencintaimu karena Allah.” Maka keduanya akan masuk surga. Orang yang lebih besar cintanya akan lebih tinggi derajatnya daripada yang lainnya. Ia akan digabungkan dengan orang-orang yang mencitai kerena Allah.

Yang paling utama di antara dua sahabat yang saling mencintai adalah yang paling besar cintanya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abdil Bar di dalam At-Tamhid, Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, dan Ibnu Hibban di dalam shahihnya dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda:

« »

»مَا تَحاَبَّ رَجُلاَنِ فيِ اللهِ قَطٌّ، إِلاَّ كَانَ أَفْضَلُهُمَّا أَشَدَّهُمَا حَبًّا لِصَاحِبِهِ «

Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah selamanya, kecuali yang paling utama dari keduanya adalah yang paling besar kecintaannya kepada sahabatnya.

Disunahkan bagi yang saling mencintai karena Allah agar mendoakan saudara yang dicintainya disaat tidak bersamanya. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari Ummi Darda, ia berkata; Aku diceritakan suatu hadits oleh majikanku, sesungguhnya ia mendengar Nabi saw. bersabda:

«مَنْ دَعَا ِلأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ، وَلَكَ

بِمِثْلٍ»

Barang siapa yang mendoakan saudaranya pada saat ia tidak bersamanya, maka malaikat yang diserahi untuk menjaga dan mengawasinya berkata, “Semoga Allah mengabulkan; dan bagimu semoga mendapat yang sepadan.”

Majikan Ummi Darda adalah Abu Darda, yaitu suaminya. Ia mengatakan hal itu dalam rangka memuliakan suaminya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan riwayat yang shahih dari Ummi Darda dan Muslim. Lafadz hadits ini menurut Muslim adalah dari Shafwan bin Abdullah bin Shafwan dari Ad-Darda, ia berkata; Aku datang ke Syam dan aku mendatangi Abu Darda di rumahnya. Tapi aku tidak menemukannya dan bertemu dengan Ummi Darda. Ia berkata, “Apakah engkau hendak berangkat Haji pada tahun ini?” Aku berkata, “Ya.” Ia berkata; Berdoalah kepada Allah minta kebaikan untuk kami, karena Nabi saw. pernah bersabda:

«دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ِلأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ

مُوَكَّلٌ، كُلَّمَا دَعَا ِلأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ

بِمِثْلٍ»

Doanya seorang muslim kepada saudaranya yang tidak bersamanya pasti dikabulkan. Di dekat kepalanya ada malaikat yang menjaganya. Setiap kali ia berdoa minta kebaikan untuk saudaranya, malaikat itu berkata, “Amin.” Dan engkau akan mendapatkan yang serupa. Shafwan berkata kemudian aku keluar menuju pasar dan bertemu dengan Abu Darda, ia pun berkata sama seperti istrinya.

Begitu juga disunahkan meminta doa dari saudaranya. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad yang shahih, dari Umar bin Khatab, ia berkata; Aku meminta izin kepada Nabi saw. untuk umrah, kemudian beliau memberikan izin kepadaku dan bersabda,

«لاَ تَنْسَنَا يَا أَخِي مِنْ دُعَائِكَ»

Wahai saudaraku, engkau jangan melupakan kami dalam doamu.”

Umar berkata; Perkataan Nabi itu adalah suatu perkataan yang tidak akan menggembirakanku jika diganti dengan dunia. Dalam riwayat yang lain Umar berkata; Rasulullah saw. bersabda,

« »

»أَشْرِكْناَ يَا أَخِيْ فيِ دُعَائِكَ «

Sertakanlah kami wahai saudaraku dalam doamu.”

Termasuk perkara yang disunahkan adalah menziarahi orang yang dicintai, duduk bersamanya, saling menjalin persaudaraan, dan saling memberi karena Allah, setelah mencintai-Nya. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda:

«أَنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى، فَأَرْصَدَ اللهُ تَعَالَى لَهُ مَلَكًا،

فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ،

قَالَ: هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا عَلَيْهِ؟ قَالَ: لاَ، غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي

اللهِ تَعَالَى، قَالَ: فَإِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكَ، بِأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا

أَحْبَبْتَهُ فِيْهِ»

Sesungguhnya ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di kota lain. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk mengikutinya. Ketika malaikat sampai kepadanya, ia berkata, “Hendak ke mana engkau?” Orang itu berkata, “Aku akan mengunjungi saudaraku di kota ini.” Malaikat berkata, “Apakah ada hartamu yang dikelola olehnya?” Ia berkata, “Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena Allah.” Malaikat itu berkata, “Sesunggunya aku adalah utusan Allah kepadamu. Aku diperintahkan untuk mengatakan bahwa Allah sungguh telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai saudaramu itu karena Allah.”

Imam Ahmad telah mentakhrij dengan sanad yang hasan dan dishahihkan oleh Hakim dari Ubadah bin Shamit dari Nabi saw. Beliau menisbahkan hadits ini kepada Allah (Hadits Qudsi), Allah berfirman:

«حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ، وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ، وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ، وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَوَاصِلِينَ فِيَّ»

Kecintaan-Ku pasti akan diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang-orang yang saling mengunjungi karena aku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling memberi karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling menjalin persaudaraan karena-Ku.

Imam Malik dalam Al-Muwatha mentakhrij hadits dari Muadz bin Jabal, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ، وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ، وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ، وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ»

Allah berfirman, “Kecintaanku pasti diperoleh oleh orang yang saling mencintai karena-Ku, saling berkumpul karena-Ku, saling mengunjungi karena-Ku, dan saling memberi karena-Ku.

Imam Bukhari telah mentakhrij dari ‘Aisyah ra. ia berkata,

«…»

»لَمْ أَعْقِلْ أَبَوَيَّ إِلاَّ وَهُمَا يُدِيْنَانِ الدِّيْنَ، وَلَمْ يَمُرَّ عَلَيْنَا يَوْمٌ إِلاَّ يَأْتِيْنَا فِيْهِ وَسُوْلُ اللهِ r طَرَفَي النَّهَارِ بُكْرَةً وَعَشِيَّةً… «

Aku tidak memahami kedua orang tuaku kecuali keduanya telah memeluk agama ini. Tidak ada satu hari pun yang berlalu pada kami kecuali di hari itu kami dikunjungi Rasululah saw. pada pagi dan sore hari. (Al-Hadits)

Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa seorang mukmin yang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, ia akan mendapatkan pahala yang sangat besar di dunia dan akhirat sesuai dengan kadar kemampuannya untuk itu. Pada hadits Mutafaq ‘alaih dari Anas dari Nabi saw., ia bersabda:

«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ»

Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.

Dalam hadist Abdullah bin Amr riwayat Ibnu Huzaimah dalam kitab shahihnya, juga Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dan Hakim dalam Al-Mustadrak, ia berkata; hadits ini shahih memenuhi syarat Bukhari Muslim, Rasulullah saw. bersabda:

«خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ، وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ»

Sebaik-baiknya orang-orang yang bersahabat di sisi Allah adalah orang yang paling baik kepada sahabatnya. Dan sebaik-baiknya orang yang bertetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik kepada tetangganya.

Di antara tanda orang yang paling baik terhadap sahabatnya adalah senantiasa berusaha membantu kebutuhan saudaranya dan bersungguh-sungguh menghilangkan kesusahannya. Hal ini berdasarkan hadits Mutafaq ‘alaih dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda:

«الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ

أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ

بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ

الْقِيَامَةِ»

Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, ia tidak akan mendzaliminya dan tidak akan membiarkannya binasa. Barangsiapa berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim maka dengan hal itu Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di Hari Kiamat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di Hari Kiamat.

Thabrani telah mentakhrij hadits dengan isnad yang para perawinya terpercaya, dari Zaid bin Tsabit bahwa Rasulullah saw. bersabda:

«لاَ يَزَالَ اللهُ فِي حَاجَةِ الْعَبَدِ مَادَامَ فِي حَاجَةِ أَخِيْهِ»

Allah tidak akan berhenti memenuhi kebutuhan seorang hamba selama ia berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya.

Disunahkan menemui orang yang dicintai dengan menampakan perkara yang disukainya untuk menggembirakannya. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab As-Shagir dengan isnad hasan dari Anas, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

« »

»مَنْ لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ بِمَا يُحِبُّ لِيَسُرَّهُ بِذَالِكَ، سَرَّهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ «

Barangsiapa yang menemui saudaranya yang muslim dengan menampakan perkara yang disukainya karena ingin membahagiakannya, maka Allah akan memberikan kebahagiaan kepadanya di Hari Kiamat.

Begitu juga disunahkan seorang muslim menemui saudaranya dengan wajah yang berseri-seri. Hal ini didasarkan pada hadits yang telah diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Dzar, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«لاَتَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْأً، وَلَوْ أَنْ تَلْقَي أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ »

Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun, walau sekedar bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.

Hadits riwayat Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih dari Jabir bin Abdillah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ، وَإِنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ

طَلْقٍ، وَأَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِي إِنَاءِ أَخِيكَ»

Setiap kebaikan adalah shadaqah. Dan termasuk kebaikan adalah jika engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri; dan jika engkau menuangkan air dari ember timbamu pada bejana saudaramu.

Hadits yang telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai dengan isnad hasan; diriwayatkan pula oleh Ibnu Hiban dalam kitab shahihnya dengan lafadz miliknya, ia berkata; …Abu Jara Al-Hajimi telah menceritakan kepadaku, ia berkata; Aku mendatangi Rasulullah saw. dan aku berkata; Ya Rasulullah, sesungguhnya kami adalah suatu kaum dari penduduk pedalaman. Maka ajarkanlah kepada kami sesuatu yang dengannya Allah akan memberi manfaat kepada kami! Maka Rasulullah saw. bersabda:

« »

»لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِي إِنَاءِ

الْمُسْتَسْقِي، وَلَوْ أَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَوَجْهُكَ إِلَيْهِ مُنْبَسِطٌ، وَإِيَّاكَ

وإِسْبَالَ اْلإِزَارِ فَإِنَّهُ مِنَ الْمَخِيْلَةِ، وَلاَ يُحِبُّهَا اللهُ، وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ

بِمَا يَعْلَمُهُ فِيكَ فَلاَ تَشْتِمْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ، فَإِنَّ أَجْرَهُ لَكَ وَوَبَالُهُ عَلَى مَنْ قَالَهُ«

Janganlah engkau menyepelekan kebaikan sedikitpun meski sekadar menuangkan air dari ember timbamu ke bejana orang yang meminta air, dan meski sekadar berbicara dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri. Janganlah mengulurkan kain sarungmu karena hal itu termasuk kesombongan dan tidak disukai Allah. Apabila ada seseorang mencaci makimu dengan perkara yang ada pada dirimu, maka janganlah membalas dengan mencaci makinya dengan perkara yang ada pada dirinya. Karena pahalanya bagimu dan akibat buruknya bagi orang yang mengatakannya.

Disunahkan seorang muslim memberikan hadiah kepada saudaranya, berdasarkan hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, Abu Ya’la dalam musnadnya, An-Nasai dalam Al-Kuna, dan Ibnu Abdil Bar dalam kitab Tamhid. Al-Iraqi berkata, hadits ini sanadnya baik. Ibnu Hajar berkata dalam kitab Al-Talkhish Al-Habir, sanadnya hasan; ia berkata Rasulullah saw bersabda:

«تَهَادَوْا تَحَابُّوا»

Kalian harus saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.

Orang yang diberi hadiah disunahkan menerima hadiah yang diberi saudaranya dan membalasnya. Dasarnya adalah hadits ‘Aisyah riwayat Bukhari, ia berkata:

«كَانَ رَسُولُ اللهِ r يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا»

Rasulullah saw. pernah menerima hadiah dan membalasnya.

Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasai, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«مَنِ اسْتَعَاذَ بِاللهِ فَأَعِيذُوهُ، وَمَنْ سَأَلَكُمْ بِاللهِ فَأَعْطُوهُ، وَمَنِ اسْتَجَارَ

بِاللهِ فَأَجِيرُوهُ، وَمَنْ آتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا،

فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَعْلَمُوا أَنْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ»

Barangsiapa yang meminta perlindungan karena Allah, maka lindungilah ia. Dan barangsiapa meminta kepada kalian atas nama Allah, maka berilah ia. Dan barangsiapa meminta keamanan karena Allah, maka berikanlah keamanan kepadanya. Barangsiapa yang memberikan kebaikan kepada kalian, maka balaslah dengan yang setimpal. Apabila kalian tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, maka berdoalah untuknya, hingga kalian mengetahui bahwa kalian telah membalasnya dengan sepadan.

Hadiah ini adalah hadiah di antara orang-orang yang bersaudara. Tidak ada kaitannya dengan hadiah dari rakyat kepada penguasa. Karena hadiah kepada penguasa diharamkan sebagaimana halnya suap-menyuap. Termasuk memberikan balasan hadiah yang setimpal adalah jika seorang muslim mengatakan kepada saudaranya, “Jazakallah Khairan”, artinya semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Tirmidzi meriwayatkan dari Usamah bin Zaid, semoga Allah meridhai keduanya, dikatakan hadits ini hasan shahih; Rasulullah saw. bersabda:

«مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ»

Barangsiapa diberi kebaikan kemudian ia berkata kepada orang yang memberi kebaikan, “Jazakallah Khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka dia sungguh telah memberikan pujian yang sangat baik.

Pujian adalah bersyukur, yaitu membalas suatu kebaikan yang diberikan orang lain. Khususnya bagi orang yang tidak bisa melakukan apapun kecuali memberikan pujian. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban dalam kitab shahihnya dari Jabir dari Nabi saw., beliau bersabda:

« »

»مَنْ أوليَ مَعْرُوفًا فَلَمْ يَجِدْ لَهُ خَيْرًا إِلاَّ الثَّنَاء، فَقَدْ شَكَرَهُ، وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ، وَمَنْ تَحَلَّى بِبَاطِلٍ فَهُوَ كَلاَبِسِ ثَوْبِ زُوْرٍ «

Barangsiapa diberi suatu kebaikan tapi ia tidak bisa memberikan kebaikan untuk membalasnya kecuali dengan pujian, maka berarti ia telah bersyukur (berterima kasih kepadanya). Barangsiapa yang menyembunyikan kebaikan (pujian)-nya untuk membalas kebaikan orang lain, maka ia telah mengingkari kebaikannya. Barangsiapa yang menghiasi dirinya dengan kebatilan, maka ia seperti orang yang berpakaian tetapi berbuat dosa.

Dan Tirmidzi telah meriwayatkan dengan isnad yang hasan dari Jabir dari Nabi saw., beliau bersabda:

« »

»مَنْ أُعْطِيَ عَطَاءً فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ، فَإِنَّ مَنْ أَثْنَى

فَقَدْ شَكَرَ، وَمَنْ كَتَمَ فَقَدْ كَفَرَ، وَمَنْ تَحَلَّى بِمَا لَمْ يُعْطَ، كَانَ كَلاَبِسِ ثَوْبِ زُورٍ«

Barangsiapa diberi suatu pemberian kemudian menemukan sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia membalas dengannya. Jika ia tidak menemukan sesuatu untuk membalas kebaikan, maka hendaklah ia memberikan pujian, karena orang yang memberikan pujian berarti ia telah berterima kasih, dan barangsiapa yang menyembunyikan kebaikan maka ia telah mengingkari kebaikan yang diberikan kepadanya. Barangsiapa yang menghiasi dirinya dengan perkara yang tidak diberikan, maka ia seperti orang yang berpakaian tapi berbuat jahat.

Mengingkari pemberian maksudnya adalah menutup-nutupi pemberian dari orang lain. Abu Dawud dan Nasai telah meriwayatkan dengan isnad yang shahih, dari Anas ra., ia berkata:

« »

»قاَلَ الْمُهَاجِرُوْنَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبَ اْلأَنْصَارُ بِاْلأَجْرِ كُلِّهِ، مَا

رَأَيْنَا قَوْمًا أَحْسَنَ بُذْلاً لِكَثِيْرٍ، وَلاَ أَحْسَنَ مُوَاسَاةً فِي قَلِيْلٍ مِِنْهُمْ،

لَقَدْ كَفَوْنَا الْمَؤُوْنَةَ، قَالَ: أَلَيْسَ يَثْنُونَ عَلَيْهِمْ بِهِ وَتَدْعَوْنَ لَهُمْ؟ قَالُوا بَلَى، قَالَ: فَذَاكَ بِذَاكَ«

Orang-orang Muhajirin berkata, “Ya Rasulullah! Orang-orang Anshar telah pergi dengan membawa seluruh pahala, kami belum pernah melihat suatu kaum yang paling baik penberiannya kepada orang banyak dan paling baik pertolongannya pada saat memiliki sedikit harta, daripada mereka. Mereka telah memberikan biaya hidup yang cukup bagi kami.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah kalian juga telah memuji mereka dan mendoakan mereka?” Kaum Muhajirin berkata, “Benar” Rasulullah saw. bersabda, “Maka hal ini sama dengan hal itu.”

Seorang muslim harus mensyukuri kenikmatan yang sedikit seperti halnya mensyukuri kenikmatan yang banyak. Juga harus berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kebaikan kepadanya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam kitab Zawaid, dengan isnad yang hasan, dari Nu’man bin Basyir, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ، وَمَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ

يَشْكُرِ اللهَ، وَالتَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ، وَالْجَمَاعَةُ

رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ»

Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka ia tidak akan bisa mensyukuri nikmat yang banyak. Barangsiapa yang tidak bisa bersyukur kepada orang, maka ia tidak akan bisa bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah sama dengan bersyukur. Dan tidak membicarakan kenikmatan berarti mengingkari nikmat. Berjamaah adalah rahmat, bercerai berai adalah adzab.

Di antara perkara yang disunahkan adalah membela saudaranya untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu kebaikan atau untuk memberikan kemudahan dari suatu kesulitan. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Musa, ia berkata; Rasulullah saw. jika didatangi peminta-minta, maka beliau suka berkata:

« »

»اِشْفَعُوْا فَتُؤَجَّرُوْا وَيَقْضِ اللهُ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ r مَا شَاءَ «

Belalah ia maka kalian akan diberikan pahala. Dan Allah akan memutuskan dengan lisan nabi-Nya perkara yang ia kehendaki.

Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar dari Nabi saw., beliau bersabda:

« »

»مَنْ كَانَ وَصِلَةً لأَخِيْهِ الْمُسْلِمِ إِلَى ذِيْ سُلْطاَنٍ لِمَنْفَعَةٍ بِرٍّ أَوْ تَيْسِيْرِ عَسِيْرٍ أُعْيَنُ عَلَى إِجَازَةِ الصِّرَاطِ يَوْمَ دَحْضِ اْلأَ قْدَامِ «

Barangsiapa yang menjadi perantara saudaranya yang muslim kepada penguasa untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu kebaikan atau untuk mempermudah suatu kesulitan, maka ia akan diberi pertolongan untuk melewati jembatan shirathal mustaqim di hari terpelesetnya kaki-kaki manusia.

Disunahkan juga seorang muslim melindungi kehormatan saudaranya saat tidak ada di dekatnya. Hal ini dasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia berkata hadits ini hasan, dari Abu Darda, dari Nabi saw., beliau bersabda:

« »

»مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ «

Barangsiapa yang melindungi kehormatan saudaranya, maka Allah akan menolak api neraka di Hari Kiamat dari wajahnya. (Hadits Abu Darda ini telah ditakhrij oleh Ahmad. Ia berkata hadits ini sanadnya hasan. Al-Haitsami mengatakan hal yang sama)

Hadits riwayat Ishaq bin Rahwiyyah dari Asma binti Yazid, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

« »

»مَنْ ذَبَّ عَنْ عَرَضِ أَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يَعْتِقَهُ مِنَ النَّارِ «

Barangsiapa yang melindungi kehormatan saudaranya pada saat tidak berada di dekatnya, maka Allah pasti akan membebaskannya dari api neraka.

Al-Qadha’i telah mentakhrij dalam musnad Syihab dari Anas, ia berkata; Rasulullah saw bersabda:

«مَنْ نَصَرَ أَخَاهُ بِظَهْرِ الْغَيْبِ نَصَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ»

Barangsiapa yang membela saudaranya saat tidak ada di dekatnya, maka Allah akan membelanya di dunia dan di akhirat. Al Qadha’i juga telah mentakhrij hadits ini dari Imran bin Husain dengan tambahan ungkapan, “Sedang ia mampu untuk membelanya.”

Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, Az-Zain Al-Iraqi berkata, isnadnya hasan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

« »

»الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ، وَالْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ، مِنْ حَيْثُ لَقِيَهُ،

يَكُفُّ عَنْهُ ضَيْعَتَهُ وَيَحُوطُهُ مِنْ وَرَائِهِ «

Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain. Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, di mana saja ia bertemu dengannya, ia akan mencegah dicemari kehormatannya dan akan melindunginya dari baliknya.

Allah juga telah mewajibkan seorang muslim menerima permintaan maaf saudaranya, menjaga rahasianya, dan menasihatinya.

Dalil tentang kewajiban menerima permintaan maaf dari saudaranya adalah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan dua isnad yang baik sebagaimana dikatakan Al-Mundziri dari Zudan, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

« »

»مَنِ اعْتَذَرَ إِلَى أَخِيهِ بِمَعْذَرَةٍ فَلَمْ يَقْبَلْهَا، كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ خَطِيئَةِ صَاحِبِ مَكْسٍ «

Barangsiapa yang mengajukan permintaan maaf kepada saudaranya dengan suatu alasan tapi ia tidak menerimanya, maka ia akan mendapat kesalahan seperti kesalahan pemungut pajak.

Dalil tentang kewajiban menjaga rahasia seorang muslim adalah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

« »

»إِذَا حَدَّثَ رَجُلٌ رَجُلاً بِحَدِيْثٍ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهُوَ أَمَانَةٌ «

Jika seseorang berkata kepada orang lain dengan suatu perkataan kemudian ia menoleh (melihat sekelilingnya), maka pembicaraan itu adalah amanah.

Amanah itu wajib dijaga. Menyia-nyiakan amanah adalah khianat. Hadits ini menunjukan kewajiban menjaga rahasia seorang muslim walaupun tidak diminta melakukan hal itu secara jelas. Kewajiban ini bisa difahami dari indikasi keadaan dalam hadits tersebut. Yaitu ketika seseorang berbicara kepada saudaranya tentang suatu pembicaraan dan ia menoleh ke sekelilingnya, karena khawatir ada orang lain mendengar perkataan tersebut selain keduanya. Hadits ini juga menjelaskan bahwa kewajiban tersebut lebih utama jika ada tuntutan secara jelas untuk menjaga rahasia. Kewajiban menjaga rahasia ini berlaku jika dalam pembicaraan tersebut tidak terdapat penodaan terhadap salah satu hak Allah. Maka jika terdapat hal ini, orang yang diajak bicara wajib memberikan nasihat dan mencegahnya dari pembicaraan tersebut. Ia juga dianjurkan untuk bersaksi sebelum diminta untuk bersaksi. Sebagaimana terdapat dalam hadits:

«ألا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ الشُّهُوْدِ، الَّذِيْ يُشْهَدُ قَبْلَ أَنْ يُسْتَهْشَدَ»

Perlukah aku memberitahu kepada kalian tentang sebaik-baiknya kesaksian, yaitu orang yang bersaksi sebelum diminta untuk bersaksi. (HR. Muslim).

Dalil tentang kewajiban memberikan nasihat adalah hadits Mutafaq ‘alaih dari Jarir bin Abdillah, ia berkata:

«بَايَعْتُ رَسُولَ اللهِ r عَلَى إِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ»

Aku membaiat Rasulullah saw. untuk menegakan shalat dan menunaikan zakat serta memberi nasihat kepada setiap muslim.

Hadits dari Tamim bin Aus Ad-Daari riwayat Muslim, bahwa Nabi saw. bersabda:

«الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ ِللهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَِلأَئِمَّةِ

الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ»

Agama itu nasihat. Kami berkata, “Bagi siapa?” Rasulullah saw bersabda, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, dan bagi para pemimpin kaum Muslim dan bagi kaum Muslim secara umum.”

Al-Khatabi berkata, “Hadits ini bermakna bahwa tiang dan pilar agama adalah nasihat. Seperti halnya sabda Rasulullah saw., Haji adalah ‘Arafah. Maksudnya tiang dan rukun haji yang paling besar adalah wukuf di ‘Arafah.” Rasulullah saw. juga telah menjelaskan hak muslim atas muslim yang lain dan pahala yang besar di dalamnya. Imam Muslim telah mentakhrij dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

«حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ، قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ:

إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ،

وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ»

Hak muslim atas muslim yang lain ada enam. Dikatakan, “Apa yang enam itu, Ya Rasulallah?” Rasul saw. bersabda, “Apabila engkau bertemu dengan saudara muslim yang lain, maka ucapkan salam kepadanya; Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya; Apabila ia meminta nasihat kepadamu, maka berikanlah nasihat kepadanya; Apabila ia bersin dan mengucapkan al hamdu lillah, maka ucapkanlah yarhamukallah; Apabila ia sakit maka tengoklah; Apabila ia meninggal dunia, maka hantarkanlah sampai ke kuburnya.”

Adapun benci karena Allah, maka Allah Swt. telah melarang kaum Muslim mencintai orang-orang kafir, munafik, dan fasik yang terang-terangan melakukan maksiat. Hal ini berdasarkan Firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ

بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ

أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ

مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ

وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (TQS. Mumtahanan [60]: 1)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً

وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ

أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ$ هَا أَنْتُمْ أُولاَءِ

تُحِبُّونَهُمْ وَلاَ يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوْ كُمْ قَالُوا

ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْإِنَّ اللهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (TQS. Ali ‘Imran [3]: 118-119)

Thabrani telah meriwayatkan dengan isnad yang baik dari Ali ra., ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

« »

»ثَلاَ ثٌ هُنَّ حَقٌّ: لاَ يَجْعَلُ اللهُ مَنْ لَهُ سَهْمٌ فِي اْلإِسْلاَمِ كَمَنْ لاَ

سَهْمَ لَهُ، وَلاَ يَتَوَلَّى اللهَ عَبْدٌ فَيُوَلِّيْهِ غَيْرُهُ، وَلاَ يُحِبُّ الرَّجُلُ قَوْمًا إِلاَّ حُشِرَ مَعَهُمْ«

Ada tiga perkara yang merupakan hak yaitu Allah tidak akan menjadikan orang yang mempunyai andil dalam Islam seperti orang yang tidak mempunyai andil apapun. Dan Allah tidak akan memilih seorang hamba (menjadi kekasihnya) kemudian ia dipilih oleh yang lain. Serta tidak ada seseorang yang mencintai suatu kaum kecuali ia akan dikumpulkan bersama mereka.

Dalam hadits ini terdapat larangan yang tegas untuk mencintai pelaku kejahatan, karena khawatir akan dikumpulkan bersama mereka.

Tirmidzi telah mentakhrij, ia berkata hadits ini hasan, dari Muadz bin Anas Al-Juhani bahwa Rasulullah saw. bersabda:

« »

»مَنْ أَعْطَى ِللهِ، وَمَنَعَ ِللهِ، وَأَحَبَّ ِللهِ، وَأَبْغَضَ ِللهِ، وَأَنْكَحَ ِللهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ إِيْمَانُهُ «

Barangsiapa yang memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, berarti ia telah sempurna imannya.

Imam Muslim juga telah meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

«… …»

»…وَإِذَا أَبْغَضَ اللهُ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيْلَ فَيَقُولُ إِنِّي أَبْغُضُ فُلاَنًا

فَأَبْغُضُهُ، قَالَ فَيُبْغُضُهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللهَ يَبْغُضُ

فُلاَنًا فَأَبْغُضُوهُ، قَالَ فَيَبْغُضُوْنَهُ ثُمَّ تُوْضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِي اْلأَرْضِ…«

Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril dan berfirman, “Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasulullah saw. bersabda, “Kemudian Jibril pun membencinya dan menyeru kepada penghuni langit, sesungguhnya Allah telah membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasul saw. bersabda, “Kemudian mereka pun membencinya dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di bumi.”

Sabda Rasulullah saw. yang berbunyi:

«ثُمَّ تُوضَعُ لَهُ الْبَغْضَاءُ فِي اْلأَرْضِ»

“Dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di bumi” adalah kalimat yang bermakna tuntutan (perintah). Hal ini bisa diketahui dengan adanya dilalah al iqtidha. Karena terdapat orang yang mencintai kaum kafir, munafik, dan fasik yang terang-terangan melaksanakan maksiat, ia tidak membenci mereka, maka kebenaran perkara yang diberitakan dalam hadits itu mengharuskan bahwa yang dimaksud dengan berita adalah tuntutan. Jadi dalam Hadits tersebut Rasulullah saw. seolah-olah bersabda: “Wahai para penghuni bumi, bencilah orang yang dibenci Allah.” Dengan demikian hadits ini menunjukan wajibnya membenci orang yang dibenci oleh Allah. Termasuk dalam perbuatan membenci orang yang dibenci oleh Allah adalah membenci orang yang suka mendebat perintah Allah, sebagaimana terdapat dalam hadits Mutafaq ‘alaih dari ‘Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda:

« »

»إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ اْلأَلَدُّ الْخِصَمُ «

Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang suka menentang (mendebat) perintah Allah.

Adapun kewajiban membenci orang yang membenci kaum Anshar terdapat dalam hadits Mutafaq ‘alaih dari Bara’, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

« »

»اْلأَنْصَارُ لاَ يُحِبُّهُمْ إِلاَّ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَبْغُضُهُمْ إِلاَّ مُنَافِقٌ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللهُ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللهُ «

 

Tidak mencintai kaum Anshar kecuali orang yang beriman. Dan tidak ada yang membenci mereka kecuali orang yang munafik. Maka barangsiapa yang mencintaai mereka, ia pasti dicintai Allah. Dan barangsiapa membenci mereka ia pasti dibenci Allah.

Diwajibkan pula membenci orang yang mengatakan hak (kebaikan), tapi tidak melapaui tenggorokannya (tidak masuk ke hatinya, pent.). Dasarnya adalah hadits riwayat Muslim dari Ali ra., ia berkata:

« »

»إِنَّ رَسُولَ اللهِ r وَصَفَ نَاسًا -إِنِّي َلأَعْرِفُ صِفَتَهُمْ فِي هَؤُلاَءِ-

يَقُولُونَ الْحَقَّ بِأَلْسِنَتِهِمْ، لاَ يَجُوزُ هَذَا مِنْهُمْ، وَأَشَارَ إِلَى حَلْقِهِ، مِنْ

أَبْغَضِ خَلْقِ اللهِ إِلَيْهِ«

Sesungguhnya Rasulullah saw. telah menyebutkan kriteria orang-orang tertentu –aku mengetahui sifat mereka pada orang-orang itu– mereka mengatakan hak dengan lisan mereka, tapi tidak melampaui ini dari mereka. Kemudian Rasul saw. menunjuk ke tenggorokannya. Mereka termasuk makhluk Allah yang paling dibenci Allah. Sabda Rasul “la yujawizu maksudnya adalah “la yataada” artinya tidak melampaui.

Juga wajib membenci orang yang berbuat keji dan jorok. Sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Darda riwayat Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan shahih, sesungguhnya Nabi saw bersabda:

«… »

»…وَإِنَّ اللهَ لَيَبْغُضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ «

Sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang berbuat keji dan seronok.

Terdapat banyak atsar tentang kebencian para sahabat kepada kaum Kafir. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Salamah bin Al-Akwa, ia berkata:

«…فَلَمَّا اصْطَلَحْنَا نَحْنُ وَأَهْلُ مَكَّةَ، وَاخْتَلَطَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ، أَتَيْتُ

شَجَرَةً، فَكَسَحْتُ شَوْكَهَا، فَاضْطَجَعْتُ فِي أَصْلِهَا، قَالَ: فَأَتَانِي

أَرْبَعَةٌ مِنْ الْمُشْرِكِينَ، مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ، فَجَعَلُوا يَقَعُونَ فِي رَسُولِ اللهِ

r، فَأَبْغَضْتُهُمْ، فَتَحَوَّلْتُ إِلَى شَجَرَةٍ أُخْرَى…»

Ketika kami berdamai dengan penduduk Makkah dan sebagian kami bercampur dengan sebagian mereka, aku mendatangi suatu pohon kemudian aku menyingkirkan durinya dan aku merebahkan diriku di akarnya. Kemudian datang kepadaku empat orang kaum Musyrik Makkah. Mereka mulai membicarakan Rasulullah, maka aku pun membenci mereka, hingga aku pindah ke pohon yang lain.

Hadits Jabir bin Abdillah diriwayatkan Ahmad bahwa Abdullah bin Rawahah, ia berkata kepada Yahudi Khaibar:

«يَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ، أَنْتُمْ أَبْغَضُ الْخَلْقِ إِلَيَّ، قَتَلْتُمْ أَنْبِيَاءَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ،

وَكَذَبْتُمْ عَلَى اللهِ، وَلَيْسَ يَحْمِلُنِي بُغْضِي إِيَاكُمْ عَلَى أَنْ أَحِيفَ

وَكَذَبْتُمْ عَلَى اللهِ، وَلَيْسَ يَحْمِلُنِي بُغْضِي إِيَّاكُمْ عَلَى أَنْ أَحِيفَ

عَلَيْكُمْ…»

Wahai kaum Yahudi! Kalian adalah makhluk Allah yang paling aku benci. Kalian telah membunuh para Nabi dan telah mendustakan Allah. Tapi kebencianku kepada kalian tidak akan mendorongku untuk berlaku sewenang-wenang kepada kalian.

Terdapat pula riwayat yang menjelaskan kebencian terhadap orang muslim yang menampakkan kejahatan (secara terang-terangan). Imam Ahmad, Abdur Razak, dan Abu Ya’la telah mentakhrij hadits dengan isnad hasan, juga Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, ia berkata hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim. Dari Abu Faras, ia berkata; Umar bin Khathab pernah berkhutbah dan berkata:

«…مَنْ أَظْهَرَ مِنْكُمْ شَرًّا، ظَنَنَّا بِهِ شَرًّا، وأَبْغَضْنَاهُ عَلَيْهِ»

Barang siapa di antara kalian menampakan suatu kejahatan, maka kami akan menduganya berlaku jahat, dan kami akan membencinya karena kejahatan itu.

Dengan demikian cinta karena Allah dan benci karena Allah termasuk sifat seorang muslim yang paling besar, yang mereka itu mengharap keridhaan Allah, Rahmat-Nya, pertolongan, dan Surga-Nya.

( Sumber :Kitab Min Muqowwimat  )

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya

Al-Azhari berkata, “Arti cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah menaati dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.” Al-Baidhawi berkata, “Cinta adalah keinginan untuk taat.” Ibnu Arafah berkata, “Cinta menurut istilah orang arab adalah menghendaki sesuatu untuk meraihnya” Al-Zujaj berkata, “Cintanya manusia kepada Allah dan Rasul-Nya adalah menaati keduanya dan ridha terhadap segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasulullah saw.”

Sedangkan arti cinta Allah kepada hamba-Nya adalah Al-Maghfirah (ampunan), ridha dan pahala. Al-Baidhawi berkata ketika menafsirkan firman Allah:

يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْلَكُمْ

Niscaya Allah akan mencintaimu dan memberikan ampunan kepadamu (TQS. Ali ‘Imran [3]: 31 ).

Maksudnya, pasti Allah akan ridha kepadamu. Al-Azhari berkata, “Cinta Allah kepada hamba-Nya adalah memberikan kenikmatan kepadanya dengan memberi ampunan.” Allah berfirman:

فَإِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir (TQS. Ali ‘Imran [3]: 32).

Maksudnya, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Sufyan bin Uyainah berkata, “Arti dari niscaya Allah akan mencintaimu adalah Allah akan mendekat padamu. Cinta adalah kedekatan. Arti Allah tidak mencintai orang-orang kafir adalah Allah tidak akan mendekat kepada orang kafir.” Al-Baghawi berkata, “Cinta Allah kepada kaum Mukmin adalah pujian, pahala, dan ampunan-Nya bagi mereka.” Al-Zujaj berkata, “Cinta Allah kepada makhluk-Nya adalah ampunan dan nikmatnya-Nya atas mereka, dengan rahmat dan ampunan-Nya, serta pujian yang baik kepada mereka.

Yang menjadi fokus kami dalam bab ini adalah cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta dalam arti yang telah disebutkan di atas merupakan suatu kewajiban. Karena mahabbah (cinta) merupakan salah satu kecenderungan yang akan membentuk nafsiyah seseorang. Kecenderungan ini terkadang berupa perkara alami yang berbentuk fitrhriyyah ghariziyah (naluri alami). Naluri seperti ini tidak berhubungan dengan mafhum (pemahaman) apapun; seperti kecenderungan manusia terhadap kepemilikan, kecintaan pada kelestarian dirinya, kecintaan pada keadilan, kecintaan pada keluarga, anak, dan sebagainya. Namun kecenderungan ini terkadang juga merupakan dorongan yang berhubungan dengan mafhum tertentu. Mafhum inilah yang nantinya akan menentukan jenis kecenderungan tersebut. Misalnya, bangsa Indian, mereka tidak mencintai bangsa Eropa yang berhijrah ke (negeri) mereka. Sementara itu kaum Anshar mencintai orang-orang (Makah) yang berhijrah ke mereka (Madinah). Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jenis kecintaan yang terikat dengan mafhum syar’i, yang telah diwajibkan oleh Allah. Dalil dari Al-Quran tentang hal ini adalah:

]وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. (TQS. Al-Baqarah [2]: 165).

Maknanya, orang-orang beriman itu lebih besar kecintaannya kepada Allah dibandingkan dengan kecintaan orang-orang musyrik kepada tuhan-tuhan tandingan selain Allah.

قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (TQS. At-Taubah [9]: 24).

Adapun dalil dari As-Sunah diantaranya adalah:

  • Dari Anas, sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

« »

»أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ r عَنِ السَّاعَةِ، فَقَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ:

وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟ قَالَ: لاَ شَيْءَ، إِلاَّ إِنِّيْ أُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ، فَقَالَ

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ. قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرَحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحْنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ

r أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ. قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ r وَأَبَا بَكْرٍ

وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّيْ إِيَّاهُمْ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ

أَعْمَالِهِمْ«

Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kiamat. Ia berkata, “Kapan terjadinya kiamat ya rasulullah?” Rasul berkata, “Apa yang telah engkau siapkan untuknya?” Laki-laki itu berkata, “Aku tidak menyiapkan apapun kecuali sesungguhnya aku mencintai Allah dan Rasul Nya.” Rasul berkata, “Engkau bersama apa yang engkau cintai.” Anas berkata; Kami tidak pernah merasa bahagia dengan sesuatu pun seperti bahagianya nabi dengan perkataan nabi, “Engkau bersama apa yang engkau cinta”, Anas kemudian berkata, “Maka aku mencintai Nabi, Abu Bakar, dan Umar. Dan aku berharap akan bersama dengan mereka karena kecintaanku kepada mereka meskipun aku belum bisa beramal seperti mereka.” (Muttafaq ‘alaih)

  • Dari Anas ra., sesungguhnya Nabi bersabda:

«ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ»

Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya ia telah menemukan manisnya iman. Yaitu orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lainnya; orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah; dan orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke Neraka. (Mutafaq ‘alaih)

  • Dari Anas ra., ia berkata; telah bersabda Rasulullah saw.:

«لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتىَّ أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالْنَاسِ

أَجْمَعِيْنَ»

Tidak beriman seorang hamba hingga aku lebih dicintai daripada keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia yang lainnya. (Mutafaq ‘alaih)

Para sahabat Rasulullah saw. sangat bersungguh-sungguh untuk menerapkan kewajiban ini. Mereka senantiasa berlomba untuk mendapatkan kemuliaan ini karena ingin termasuk golongan orang-orang yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Bukti akan hal ini adalah:

  • Diriwayatkan dari Anas ra., ia berkata:

«…»

»لَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ، انْهَزَمَ النَّاسُ عَنِ النَّبِيِّ r، وَأَبُو طَلْحَةَ بَيْنَ

يَدَيِ النَّبِيِّ r مُجَوِّبٌ بِهِ عَلَيْهِ بِحَجَفَةٍ لَهُ، وَكَانَ أَبُو طَلْحَةَ رَجُلاً

رَامِيًا شَدِيدَ الْقِدِّ، يَكْسِرُ يَوْمَئِذٍ قَوْسَيْنِ أَوْ ثَلاثًا، وَكَانَ الرَّجُلُ يَمُرُّ،

مَعَهُ الْجَعْبَةُ مِنَ النَّبْلِ، فَيَقُولُ انْشُرْهَا ِلأَبِي طَلْحَةَ. فَأَشْرَفَ النَّبِيُّ r

يَنْظُرُ إِلَى الْقَوْمِ فَيَقُولُ أَبُو طَلْحَةَ: يَا نَبِيَّ اللهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، لاَ

تُشْرِفْ يُصِيْبُكَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ الْقَوْمِ، نَحْرِي دُونَ نَحْرِكَ«

 

Ketika perang Uhud kaum Muslim berlarian meninggalkan Nabi saw. Abu Thalhah sedang berada di depan Nabi saw., melindungi beliau dengan perisainya. Abu Thalhah adalah seorang pemanah yang sangat cepat lemparannya. Pada saat itu ia mampu menangkis dua atau tiga busur panah. Kemudian ada seorang lelaki yang lewat. Ia membawa setumpuk tombak kemudian berkata, “Aku akan menebarkannya untuk Abi Thalhah”. Kemudian Nabi saw. beralih ke pinggir melihat orang-orang. Maka Abu Thalhah berkata, “Ya Nabiyullah, demi bapak dan ibuku, engkau jangan minggir, nanti panah orang-orang akan mengenaimu. Biarkan aku yang berkorban jangan engkau….” (Mutafaq ‘alaih)

  • Qais berkata:

« »

»رَأَيْتُ يَدَ طَلْحَةَ شَلاَءً وَقَى بِهَا النَّبِيَّ r يَوْمَ أُحُدٍ «

Aku melihat tangan Abu Thalhah menjadi lumpuh, karena dengan tangannya itulah ia telah menjaga Nabi saw.  pada saat perang Uhud. (HR. Bukhari)

  • Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ka’ab bin Malik ketika menceritakan tiga orang sahabat yang tidak ikut perang Tabuk. Ka’ab berkata:

«… »

»…حَتَّى إِذَا طَالَ عَلَيَّ ذَلِكَ مِنْ جَفْوَةِ النَّاسِ، مَشَيْتُ حَتَّى

تَسَوَّرْتُ جِدَارَ حَائِطِ أَبِي قَتَادَةَ وَهُوَ ابْنُ عَمِّي، وَأَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ

فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَوَاللهِ مَا رَدَّ عَلَيَّ السَّلاَمَ، فَقُلْتُ: يَا أَبَا قَتَادَةَ، أَنْشُدُكَ

بِاللهِ، هَلْ تَعْلَمُنِيْ أُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ؟ فَسَكَتَ فَعُدْتُ لَهُ فَنَشَدْتُهُ

فَسَكَتَ، فَعُدْتُ لَهُ فَنَشَدْتُهُ، فَقَالَ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، فَفَاضَتْ

عَيْنَايَ، وَتَوَلَّيْتُ حَتَّى تَسَوَّرْتُ الْجِدَارَ«

Sehingga ketika masa pemboikotan itu berlangsung lama kepadaku, karena kerasnya orang-orang, maka aku berjalan hingga aku menaiki dinding pagar Abi Qatadah. Dia adalah keponakanku dan manusia yang paling aku cintai. Kemudian aku mengucapkan salam kepadanya. Demi Allah, ia tidak menjawab salamku. Maka aku berkata, “Wahai Abi Qatadah! Aku mengadu kepadamu dengan nama Allah, apakah engkau tidak mengetahui bahwa aku sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian ia pun terdiam. Maka aku kembali kepadanya dan aku mengadu lagi kepadanya tapi ia tetap diam. Kemudian aku kembali lagi dan mengadu lagi kepadanya, maka akhirnya ia berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Maka bercucuranlah air mata dari kedua mataku, kemudian aku pergi hingga aku memanjat dinding. (Mutafaq ‘alaih)

 

  • Dari Sahal bin Saad ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda pada Khaibar:

«حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي

حَازِمٍ قَالَ أَخْبَرَنِيْ سَهْلٌ بْنُ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r

قَالَ يَوْمَ خَيْبَرَ َلأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ غَدًا رَجُلاً يَفْتَحُ اللهُ عَلَى يَدَيْهِ

يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيُحِبُّهُ اللهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَبَاتَ النَّاسُ يَدُوكُونَ

لَيْلَتَهُمْ أَيُّهُمْ يُعْطَاهَا فَلَمَّا أَصْبَحَ النَّاسُ غَدَوْا عَلَى رَسُولِ اللهِ r

كُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَاهَا فَقَالَ أَيْنَ عَلِيٌّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ فَقِيلَ هُوَ يَا

رَسُولَ اللهِ يَشْتَكِي عَيْنَيْهِ قَالَ فَأَرْسَلُوا إِلَيْهِ فَأُتِيَ بِهِ فَبَصَقَ رَسُولُ اللهِ

r فِي عَيْنَيْهِ وَدَعَا لَهُ فَبَرَأَ حَتَّى كَأَنْ لَمْ يَكُنْ بِهِ وَجَعٌ فَأَعْطَاهُ الرَّايَةَ

فَقَالَ عَلِيٌّ يَا رَسُولَ اللهِ أُقَاتِلُهُمْ حَتَّى يَكُونُوا مِثْلَنَا فَقَالَ انْفُذْ عَلَى

رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ وَأَخْبِرْهُمْ بِمَا

يَجِبُ عَلَيْهِمْ مِنْ حَقِّ اللهِ فِيهِ فَوَاللهِ َلأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا

خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ»

Berkata kepadaku Khutaibah bin Said, berkata kepadaku Ya’kub bin Abdurrahman dari Abu Hazim, ia berkata; Sahal bin Sa’ad ra. telah memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda pada perang Khaibar, “Aku akan memberikan panji ini kepada seorang lelaki yang di atas tangannya Allah akan memberikan kemenangan. Ia telah mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Berkata Sahal Bin Sa’ad, “Maka orang-orang pun pergi untuk tidur dan mereka bertanya-tanya di dalam hati mereka, siapakah di antara mereka yang akan diberikan panji oleh Rasulullah saw.” Ketika tiba waktu subuh, maka orang-orang ramai menghadap Rasulullah saw. Semuanya berharap agar diberi panji oleh Rasululah saw. Maka Rasul bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?” Dikatakan kepada Rasul, “Ia sedang sakit mata, Ya Rasulullah!” Kemudian orang-orang pun mengutus seorang sahabat untuk membawa Ali bin Abi Thalib ke hadapan Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan berdoa untuknya, maka sembuhlah ia hingga seolah-olah ia belum pernah sakit sebelumnya. Kemudian Rasul memberikan panji itu kepada Ali bin Abi Thalib. Lalu Ali berkata, “Ya Rasulallah!, aku akan memerangi mereka sampai mereka bisa seperti kita (memeluk Islam).” Kemudian Rasullah saw. bersabda, “Berangkatlah perlahan-lahan hingga engkau berdiri di halaman mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan kabarkan kepada mereka hak Allah yang merupakan kewajiban mereka. Maka demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada seorang manusia karena engkau, hal itu lebih baik bagi engkau daripada unta merah.” (Mutafaq ‘alaih)

  • Ibnu Hibban meriwayatkan dalam kitab Shahihnya; …Kemudian Urwah bin Mas’ud kembali kepada para sahabatnya, dan berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah diutus kepada para raja. Aku pernah diutus kepada Kisra, Qaishar, dan An-Najasyi. Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pemimpin pun yang sangat diagungkan oleh para sahabatnya seperti halnya para sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad. Demi Allah, jika beliau mengeluarkan dahak maka jika jatuh ke tangan seseorang dari mereka, pasti mereka akan mengusapkannya pada wajah dan kulitnya. Jika beliau memerintahkan sesuatu kepada mereka, maka mereka akan bergegas melaksanakannya. Jika beliau wudhu, maka mereka akan berlomba —seperti orang yang berperang— memburu air bekas wudhu beliau. Jika beliau berbicara, maka mereka akan merendahkan suara di sisinya. Mereka tidak berani memandangnya semat-mata karena mengangungkannya.
  • Muhammad bin Sirrin berkata; Telah berbincang-bincang segolongan laki-laki di masa Umar ra., hingga seakan-akan mereka melebihkan Umar ra. atas Abu Bakar ra., kemudian hal itu sampai kepada Umar bin Khathab, dan ia berkata, “Demi Allah, satu malam dari Abu Bakar lebih utama daripada keluarga Umar. Rasulullah telah pergi menuju gua Tsur dan Abu Bakar bersamanya. Abu Bakar terkadang berjalan di depan beliau dan terkadang berjalan di belakang beliau. Hingga hal itu membuat Rasulullah penasaran, beliau pun berkata; Wahai Abu Bakar! Kenapa engkau terkadang berjalan di depanku dan terkadang di belakangku? Abu Bakar berkata; Jika aku ingat orang-orang yang mengejarmu, maka aku berjalan di belakangmu, dan jika aku ingat orang-orang yang mengintaimu, maka aku berjalan di depanmu. Rasulullah saw. bersabda; Wahai Abu Bakar! Apakah ada suatu perkara yang lebih engaku sukai menimpamu dan tidak menimpaku? Abu Bakar menjawab; Benar, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, jika ada suatu perkara yang tidak menyenangkan, maka aku lebih suka hal itu menimpaku dan tidak menimpamu. Ketika keduanya telah sampai di gua Tsur, Abu Bakar berkata; Tunggu sebentar di tempatmu wahai Rasulullah!, hingga aku membersihkan gua untukmu. Kemudian Abu Bakar pun masuk gua dan ia membersihkan (dari segala hal yang akan menggangu). Ketika ia ada di atas gua, ia ingat belum membersihkan sebuah lubang, kemudian ia berkata; Wahai Rasulullah, tetap ditempatmu!, aku akan membersihkan sebuah lubang. Maka ia pun masuk gua dan membersihkan lubang itu. Kemudian berkata; silahkan istirahat wahai Rasulullah saw., Maka Rasul pun beristirahat.” Umar berkata, “Demi Allah, sungguh malam itu lebih utama dari pada keluarga Umar.” (HR. Hakim dalam Al-Mustadrak. Ia berkata hadits ini shahih, isnadnya memenuhi syarat Bukhari Muslim seandainya tidak mursal yakni sanad yang tidak langsung sampai kepada rasul). Tapi hadits ini adalah hadits mursal yang bisa diterima.
  • Anas bin Malik berkata:

«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُفْرِدَ يَوْمَ أُحُدٍ فِي سَبْعَةٍ مِنْ اْلأَنْصَارِ وَرَجُلَيْنِ مِنْ قُرَيْشٍ فَلَمَّا رَهِقُوهُ قَالَ مَنْ يَرُدُّهُمْ عَنَّا وَلَهُ

الْجَنَّةُ أَوْ هُوَ رَفِيقِي فِي الْجَنَّةِ فَتَقَدَّمَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ فَقَاتَلَ حَتَّى

قُتِلَ ثُمَّ رَهِقُوهُ أَيْضًا فَقَالَ مَنْ يَرُدُّهُمْ عَنَّا وَلَهُ الْجَنَّةُ أَوْ هُوَ رَفِيقِي فِي

الْجَنَّةِ فَتَقَدَّمَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ فَلَمْ يَزَلْ كَذَلِكَ حَتَّى

قُتِلَ السَّبْعَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِصَاحِبَيْهِ مَا أَنْصَفْنَا أَصْحَابَنَا»

Sesunguhnya Rasulullah saw. pada saat perang Uhud telah mengistimewakan tujuh orang kaum Anshar, dan dua laki-laki dari kaum Quraisy. Ketika musuh (kaum Musyrik) telah menggempur beliau, beliau bersabda, “Siapa yang bisa memalingkan mereka supaya tidak bisa menyentuhku, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar lalu memerangi musuh hingga terbunuh. Kemudian musuh kembali menggepur. Beliau bersabda, “Siapa yang bisa memalingkan mereka supaya tidak bisa menyentuhku, maka ia akan masuk surga atau menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang laki-laki dari kaum Anshar, lalu memerangi musuh hingga ia terbunuh. Hal seperti itu terjadi berulang-ulang hingga terbunuhlah tujuh orang Anshar. Rasulullah bersabda kepada dua sahabatnya, “Aku tidak akan menyamakan para sahabatku.” (HR. Muslim)

  • Abdullah bin Hisyam berkata:

«كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللهِ َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ اْلآنَ وَاللهِ َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلآنَ يَا عُمَرُ»

Kami bersama Nabi saw., sementara beliau memegang tangan Umar bin Khathab. Umar berkata, “Wahai Rasulullah!, Sungguh engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri.” Nabi saw. berkata, “Tidak bisa! Demi Allah hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Maka Umar berkata, “Sesungguhnya mulai saat ini, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Nabi saw. bersabda, “Sekarang engkau telah benar wahai Umar.” (HR. Bukhari).

  • Imam Nawawi telah meriwayatkan dalam Syarah Muslim tentang arti cinta kepada Rasulullah saw. dari Abu Sulaiman Al-Khathaby. Dalam syarah itu di katakan, “…Engkau tidak dikatakan benar-benar mencintaiku hingga dirimu binasa dalam taat kepadaku, dan engkau lebih mementingkan ridhaku daripada hawa nafsumu, meski engkau harus binasa kerenanya.”
  • Diriwayatkan dari Ibnu Sirrin, ia berkata:

«قُلْتُ لِعُبَيْدَةَ: عِنْدَنَا مِنْ شَعَرِ النَّبِيِّ r، أَصَبْنَاهُ مِنْ قِبَلِ أَنَسٍ أَوْ مِنْ

قِبَلِ أَهْلِ أَنَسٍ، فَقَالَ: َلأَنْ تَكُونَ عِنْدِي شَعَرَةٌ مِنْهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ

الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا»

Aku pernah berkata kepada Ubaidah bin Al-Jarrah, “Aku memiliki sebagian dari rambut Nabi saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik atau dari keluarga Anas.” Maka Ubaidah berkata, “Sungguh, satu lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari).

 

  • Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a:

«فَتَكَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَرَابَةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِي»

Maka Abu Bakar berkata, “Demi Allah, sungguh aku lebih cinta bersilaturrahmi kepada kerabat Rasulullah saw. daripada kepada kerabatku.” (HR. Bukhari).

 

  • Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra., ia berkata:

«جَاءَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ مَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ اْلأَرْضِ مِنْ أَهْلِ خِبَاءٍ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يَذِلُّوا مِنْ أَهْلِ خِبَائِكَ ثُمَّ مَا أَصْبَحَ الْيَوْمَ عَلَى ظَهْرِ اْلأَرْضِ أَهْلُ خِبَاءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ يَعِزُّوا مِنْ أَهْلِ خِبَائِكَ»

Suatu hari telah datang Hindun binti Utbah, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Seluruh penghuni rumah yang ada di muka bumi, lebih aku sukai mereka terhina dari pada penghuni rumahmu. Dan tidak ada penghuni suatu rumah di muka bumi di pagi hari yang lebih aku cintai agar mereka menjadi mulia dari pada penghuni rumahmu… (Mutafaq ‘alaih)

  • Diriwaytkan dari Thariq bin Shihab, ia berkata:

«سَمِعْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ شَهِدْتُ مِنْ الْمِقْدَادِ بْنِ اْلأَسْوَدِ مَشْهَدًا َلأَنْ أَكُونَ صَاحِبَهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا عُدِلَ بِهِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَدْعُو عَلَى الْمُشْرِكِينَ فَقَالَ لاَ نَقُولُ كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلاَ وَلَكِنَّا نُقَاتِلُ عَنْ يَمِينِكَ وَعَنْ شِمَالِكَ وَبَيْنَ يَدَيْكَ وَخَلْفَكَ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَقَ وَجْهُهُ وَسَرَّهُ يَعْنِي قَوْلَهُ»

Aku pernah mendengar Ibnu Mas’ud berkata, “Aku bersama Miqdad bin Al-Aswad pernah menyaksikan perang Badar. Jika aku menjadi peraihnya (syahid), maka itu lebih aku sukai dari pada keadilannya.” Orang itu datang kepada Nabi saw., sementara Nabi saw. sedang berdoa untuk kehancuran kaum Musyrik. Ia berkata; Kami tidak akan mengatakan sebagaimana perkataannya kaum Musa, “Pergilah engkau dan Tuhammu untuk berperang”. Tapi kami akan berperang di sebelah kananmu, di sebelah kirimu, di depan dan di belakangmu. Maka aku melihat wajah Nabi saw. dan perkataannya bersinar-sinar. (HR. Bukhari).

  • Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Saad pernah berkata:

«اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أُجَاهِدَهُمْ فِيكَ مِنْ قَوْمٍ كَذَّبُوا رَسُولَكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخْرَجُوهُ»

Ya Allah, sungguh engkau mengetahui bahwa tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk diperangi karenamu daripada suatu kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. (Mutafaq ‘Alaih).

  • Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Tsumamah bin Tsaal berkata:

«..»

»يَا مُحَمَّدُ، وَاللهِ، مَا كَانَ عَلَى اْلأَرْضِ وَجْهٌ أَبْغَضُ إِلَيَّ مِنْ

وَجْهِكَ، فَقَدْ أَصْبَحَ وَجْهُكَ أَحَبَّ الْوُجُوهِ إِلَيَّ. وَاللهِ، مَا كَانَ مِنْ

دِينٍ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ دِيْنِكَ، فَأَصْبَحَ دِيْنُكَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيَّ، وَاللهِ، مَا

كَانَ مِنْ بَلَدٍ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ بَلَدِكَ فَأَصْبَحَ بَلَدُكَ، أَحَبَّ الْبِلاَدِ إِلَيَّ«

Ya Muhammad, demi Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling aku benci daripada wajahmu. Tapi, akhirnya wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu agama pun yang paling aku benci daripada agamamu, tapi sekarang agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dulu tidak ada suatu negeri pun yang paling aku benci daripada negerimu, tapi sekarang negerimu menjadi negeri yang paling aku cintai. (Mutafaq ‘alaih).

(Sumber : Kitab Min Muqowwimat )

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Posted in Uncategorized | 1 Comment